MerahPutih.com - 10 Orang warga negara asing yang ditangkap aparat kepolisian karena melakukan pemerasan dengan modus telepon seks terhadap warga di negara Tiongkok atau China, tidak dikenai pidana di Indonesia.
"Kami deportasi ke negaranya," kata Kabid Teknologi Informasi dan Komunikasi Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Tempat Pemeriksaan imigrasi Batam Tessa Harumdila di Batam, Rabu (19/1).
Baca Juga:
Polisi Tetapkan 4 Tersangka Sindikat Penipuan Alkes Yang Rugikan Rp 503 Miliar
Sebanyak 10 orang WNA itu melanggar pasal 75 ayat 1 UU No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, yaitu orang asing melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan UU.
Seluruh WNA itu telah melakukan pelanggaran, mengganggu ketertiban dan keamanan negara.
"Jadi memang harus kita tertibkan orang seperti itu. Dan dia baru melakukan itu yang pertama kali di Indonesia, maka kita deportasi. Deportasi sudah ampun-ampunan, tidak bisa masuk ke Indonesia lagi," kata dia.
Ia mengatakan, kasus itu telah menjadi atensi dari Kedutaan Besar Tiongkok, mengingat kejahatan dilakukan di negara tersebut. Para tersangka hanya menjadikan Batam tempat memeras, karena pemerasan dilakukan terhadap orang China.
Pada Kamis (6/1), Direktorat Reskrimsus Polda Kepulauan Riau mengungkap kasus penipuan dan pemerasan dengan modus telepon video seks yang dilakukan 10 orang warga negara asing yang berada di Kota Batam terhadap WNA lainnya yang berada di China.
Baca Juga:
Polda NTB Buru Tersangka Penipuan Bansos COVID-19 Capai Miliaran Rupiah
Kabid Humas Polda Kepri Kombes Pol Harry Goldenhardt mengatakan dari 10 orang tersangka, sembilan orang di antaranya warga negara China dan seorang lainnya warga Vietnam, yaitu TTP, LH, MXJ, ZW, ZCG, LYW, TXQ, MTY, WB, dan MXW. Kesemuanya diamankan di sebuah rumah di Kota Batam.
"Tersangka melakukan aksinya bulan Agustus 2021 dan mereka sudah berada di Indonesia sejak enam bulan yang lalu," kata Kabid Humas Polda Kepri.
Dari 10 orang tersangka, satu di antaranya adalah perempuan TTP yang bertugas sebagai ikon dengan menelepon dan membujuk rayu korban untuk mengimbangi gerakannya. Sedang sembilan orang lainnya memiliki peran untuk memprofil calon korban, merekam video dan memeras. (*)
Baca Juga:
KPK Periksa Eks Wamenlu Dino Patti Djalal di Kasus Formula E