Pulau Jawa Terancam Kelangkaan Air Total?
MUSIM kemarau di Indonesia tidak pernah mudah. Angin kering berhembus dari Australia dan curah hujan hampir tidak ada, menyebabkan kebakaran hutan, polusi udara, dan panas yang menyengat.
Kekeringan menjadi salah satu masalah yang seringkali terjadi di beberapa bagian di Indonesia. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memperingatkan bahwa kekeringan ini dapat dirasakan di tujuh provinsi di Indonesia.
Baca Juga:
Menurut laman The Intrepreter yang dipublikasikan melalui laman lowyinstitute, terdapat juga kekeringan tingkat kedua yang akan terjadi di banyak daerah, salah satunya Jakarta. Pada Juli 2019, sebanyak 55 kabupaten dan kota telah menerapkan tanggap darurat terhadap kekurangan air.
Beberapa kekurangan air terburuk dirasakan di Jawa, pulau terpadat di Indonesia. Pulau Jawa memiliki lebih dari 60 persen populasi, banyak kota besar, dan sebagian besar pertaniannya. Untuk semua kelimpahan penduduknya, pulau ini sangat kekurangan air.
Disana hanya memiliki 10 persen dari persediaan air nasional. Menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan, Pulau Jawa sudah dikategorikan sebagai ‘kelangkaan total’ dan berada di bawah tekanan.
Sebagian besar penggunaan air di Indonesia (70 persen) untuk pertanian. Selain itu, kurang dari 10 persen digunakan untuk keperluan rumah tangga, kota, dan industri. Persediaan air pertanian lebih banyak berasal dari hujan dan irigasi menjadi terbatas dan kurang berkualitas, serta seringkali tidak terawat. Akibatnya, saat musim kemarau bisa merugikan petani.
Baca Juga:
Jutaan orang yang tinggal di Jawa telah berjuang selama bertahun-tahun, untuk mengakses air selama musim kemarau. Pada 2017, sumur dan sungai mengering di sebagian Jawa Tengah, termasuk tempat penampungan air hujan yang penting untuk pasokan air desa.
Hal tersebut membuat masyarakat setempat terpaksa membeli air dari truk pengiriman. Krisis ini juga menyebabkan terjadi lonjakan harga besar-besaran. Awalnya 5 ribu liter air seharga Rp 100 ribu, tetapi melonjak menjadi Rp 300 ribu pada September 2017 karena meningkatnya permintaan.
Jadi rumah tangga bisa menghabiskan sebanyak satu juta rupiah untuk air per bulan selama musim terburuk.
Masalah serupa kembali terjadi di September 2018. Pemerintah mengirimkan 30 juta liter air ke desa-desa kering di seluruh Jawa.
Nyatanya, kekurangan air di Jawa sepenuhnya karena ulah manusia. Meningkatnya urbanisasi, degradasi lingkungan, dan lebih banyak pertanian, membuat lebih sulit untuk menangkap dan menyimpan air hujan. Sehingga ketika turun hujan, sebagian besar hanya menjadi limpasan, mengalir ke sungai, bahkan tak jarang menyebabkan banjir. (Cil)
Baca Juga: