MENJAGA mental kolektif sangat penting untuk mencegah insiden seperti yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur setelah pertandingan sepak bola Liga 1 antara Arema Malang dan Persebaya. Hal tersebut ditekankan psikolog sosial Dr Juneman Abraham, S.Psi, M.Si. Mengawal mental kolektif massa tetap positif sangat penting, sehingga ketika terjadi sesuatu yang tidak sesuai ekspektasi, masyarakat tetap bisa rasional menghadapi kejadian tersebut.
"Ini bukan perkara pendidikan mental individu, melainkan soal kebutuhan akan mental model yang baik, fair, damai dalam suasana kolektif. Massa bisa mengimitasi atau meniru model yang baik jika ada banyak contoh," kata Juneman yang juga Ketua Kompartemen Riset dan Publikasi, Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), dikutip ANTARA, Minggu (2/10).
Kumpulan orang banyak atau bisa disebut juga massa dalam teori bernama psikoanalisis sosial digambarkan memiliki karakter yang bersifat cair. Sifat cair ini dalam arti, meski terdiri dari kumpulan orang yang rasional, selalu ada peluang massa itu bersikap impulsif atau berbuat sesuatu tanpa pikir panjang, mudah tersinggung, dan mudah meniru perbuatan pihak lain.
Baca juga:

Kondisi itu juga menggambarkan mental kolektif yang sebenarnya bisa menghasilkan sisi positif apabila gaung dan pesan positif ditonjolkan. Kondisi tersebut tidak hanya terbatas pada pendukung sepak bola saja, tetapi juga kumpulan massa lainnya di berbagai lini kehidupan seperti penonton konser, bahkan pencalonan tokoh politik.
Untuk itu, menurut Juneman, jika mengambil konteks pertandingan olahraga ada baiknya ketika suatu klub mengalami kekalahan pendukung, justru sebisa mungkin menyikapinya dengan dewasa dan adil. Tidak meluapkan emosinya ke arah negatif seperti berucap kata tak pantas atau melempar barang ke klub lawan.
"Maka kita semua perlu mengusahakan untuk mengumpulkan contoh-contoh perilaku massa yang baik (tidak hanya dalam konteks olah raga) dan saling menularkan kisah-kisah tersebut," kata Juneman.
Baca juga:
Revolusi Mental, Mang Oded Minta Lomba Anak-anak di Bandung Diperbanyak

Juneman pun menyebutkan pelajaran lainnya yang bisa dipetik adalah segi psikologi lingkungan. Komunikasi dan respons petugas yang bertanggung jawab untuk ketertiban sebuah massa perlu mengedepankan komunikasi yang humanis, sehingga tujuan menjaga sebuah acara berlangsung kondusif bisa tercapai.
"Respons-respons yang mengatasi kekerasan atau kerusuhan dengan jalan yang 'agak instan' perlu selalu dipinggirkan sebagai jalan utama. Aparat perlu membangun resiliensi atau ketabahan fisik, pikiran, maupun emosi ketika menghadapi massa. Ini sangat penting," katanya.
Terakhir, pembelajaran yang didapatkan adalah pentingnya melatih "mental pemenang" pada masyarakat sejak dini. Mental pemenang yang dimaksud adalah bukan saja bisa menaklukkan lawan, namun mental yang bisa menerima kelebihan serta kekurangan lawan maupun diri sendiri.
Dengan demikian, ketika suatu pertandingan atau kegiatan tidak memenuhi ekspektasi, masyarakat bisa menyikapi dengan bijak tanpa perlu menciptakan peristiwa yang merugikan banyak orang lain. (and)
Baca juga:
Girl Grup ITZY Punya Cara Jitu Jaga Kesehatan Mental di Sela Jadwal Padat