PSI Sebut RKUHP Merusak Tatanan Kehidupan di Indonesia

Zaimul Haq Elfan HabibZaimul Haq Elfan Habib - Sabtu, 21 September 2019
PSI Sebut RKUHP Merusak Tatanan Kehidupan di Indonesia
Juru Bicara PSI, Dini Purwono. (Instagram/@dini_purnowo)

MerahPutih.com - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo untuk menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

“Terima kasih Pak Jokowi, yang telah memerintahkan penundaan pengesahan. Pasal-pasal di RKUHP memang banyak yang bermasalah,” kata Juru Bicara PSI, Dini Purwono dalam keterangan tertulis, Sabtu, (21/9).

Baca Juga:

Sandi Doakan Pimpinan Baru Mampu Perkuat KPK

Langkah Jokowi ini mengindikasikan pemerintah tak berjalan sendiri, melainkan tetap mendengar aspirasi masyarakat.

Juru Bicara PSI, Dini Purwono. (Instagram/@dini_purnowo)
Juru Bicara PSI, Dini Purwono. (Instagram/@dini_purnowo)

“Aspirasi itu termasuk dari PSI, yang sejak awal menolak dan memberikan catatan kritis terkait RUKHP kepada presiden. RKUHP ini lebih buruk dari KUHP yang sekarang ada. Karena tidak ada satu pun pasal dari KUHP lama yang dihapus. Cuma menambah pasal-pasal baru yang blunder dan malah menghidupkan kembali pasal-pasal lama yang bersifat kolonial dan sudah dicabut MK,” kata Dini.

PSI juga mengapresiasi semua elemen yang telah bersama-sama menolak RUKHP. Inilah wujud ideal dalam demokrasi bahwa ada mekanisme check and balances.

Sejak awal, PSI menolak RKUHP karena tiga alasan utama. Pertama, pengadopsian secara serampangan living law atau hukum yang hidup di masyarakat dengan memasukkan pasal-pasal terkait pidana adat.

“Penjelasan Pasal 2 ayat (1) RKUHP menjelaskan bahwa yang “hukum yang hidup di masyarakat” akan diatur dalam perda. Hal ini akan berdampak pada munculnya perda-perda diskriminatif dan intoleran di seluruh Indonesia,” kata Dini.

Kedua, lanjut Dini, RKUHP sangat berpotensi memicu efek negatif terhadap sektor usaha. Terutama, terkait Pasal 48 dan pasal 50.

Pasal 48 berbunyi: “Tindak pidana korporasi dapat dilakukan oleh pemberi perintah, pemegang kendali, atau pemilik manfaat korporasi yang berada di luar struktur organisasi, tapi dapat mengendalikan korporasi.”

Baca Juga:

MUI Apresiasi Langkah Jokowi soal Penundaan RKUHP

Sementara, Pasal 50 berbunyi: “Pertanggungjawaban atas tindak pidana oleh korporasi dikenakan terhadap korporasi, pengurus yang punya kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali, dan/atau pemilik manfaat korporasi.”

“Dua pasal itu tidak kondusif untuk dunia usaha karena menciptakan ketidakpastian hukum. Pengusaha atau pengurus korporasi akan takut melakukan tindakan apa pun karena bila business judgment mereka salah maka rentan dipidana,” kata Dini.

Terakhir, menurut Dini, RKUHP terlalu banyak masuk ke dalam ranah privat warga negara. Hukum pidana seharusnya fokus kepada apa yang dimaksud dengan “kejahatan”, apa elemen-elemennya. Konsep kejahatan dalam hal ini harus obyektif dan universal, tidak bisa hanya berpatokan kepada adat kebiasaan atau agama tertentu. (Knu)

Baca Juga:

Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP Dinilai Tak Akan Kekang Kebebasan Pers

#PSI #KUHP
Bagikan
Ditulis Oleh

Zaimul Haq Elfan Habib

Low Profile
Bagikan