Provinsi Paling Intoleran Versi SETARA Institute
MerahPutih.com - Setara Institute membeberkan temuan hasil riset terkait tingkat intoleransi di Indonesia. Hasilnya, Jawa Barat menjadi provinsi paling intoleran lantaran pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan paling banyak terjadi di provinsi tersebut dalam lima tahun terakhir.
"Dalam lima tahun terakhir, Jawa Barat ialah provinsi yang paling banyak terjadi pelanggaran kebebasan beragama," kata Direktur Riset SETARA Institute Halili dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (24/11).
Baca Juga
PSI Sebut Pembiaran Ormas Intoleran Bisa Picu Konflik Rasial
Berdasarkan riset Setara, sejak 2014 hingga 2019 terjadi 162 pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan di Jawa Barat. Angka itu lebih tinggi dari DKI Jakarta yang menempati peringkat kedua. Merujuk riset itu, selama lima tahun terakhir, telah terjadi 113 pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan di Jakarta.
Berturut-turut setelah DKI Jakarta ditempati Jawa Timur (98 pelanggaran), Jawa Tengah (66 pelanggaran), Aceh (65 pelanggaran) Daerah Istimewa Yogyakarta (37 pelanggaran), Banten (36 pelanggaran), Sumatera Utara (28 pelanggaran), Sulawesi Selatan 27 (pelanggaran), dan Sumatera Barat (23 pelanggaran).
Menurut Halili terdapat beberapa faktor yang membuat Jawa Barat menjadi provinsi dengan tingkat intoleransi tertinggi. Faktor pertama karena tumbuh suburnya organisasi intoleran.
Baca Juga
Menjaga Kaum Millennial dari Virus Intoleran dan Radikalisme
"Pertama faktor aktor. Aktor kunci yang menyebabkan adanya pelanggaran kebebasan beragama di Jawa Barat itu banyak," ungkap Halili.
Faktor lainnya, kata Halili, di Jawa Barat konservatisme Islam tumbuh subur. Kemudian, faktor politik juga mempengaruhi status Jawa Barat menjadi provinsi paling intoleran.
"Kami identifikasi adalah politik identitas keagamaan itu tinggi politisasinya di Jawa Barat. Pilkada lalu ada dua daerah yang paling intens untuk politisasi. Satu Sumatra Utara, kedua Jawa Barat. Itu kuat sekali," bebernya.
Baca Juga
Tak hanya itu, menurut Halili, parpol nasionalis ikut bertanggungjawab atas kondisi tersebut. "Partai-partai nasionalis di Jawa Barat turut memproduksi Perda bernuansa syariat," pungkasnya. (Pon)