Proses Kreatif nan Rumit di Balik Enchanting Legong

Dwi AstariniDwi Astarini - Senin, 30 April 2018
Proses Kreatif nan Rumit di Balik Enchanting Legong
Salah satu patung koleksi Enchanting Legong. (foto: istimewa)

SEBUAH patung porselen putih berkilau dipajang di sebuah ruang pamer di ajang Inacraft 2018. Patung berjudul agem metaksu tersebut menampilkan gerak penari Legong. Figurnya begitu menarik perhatian pengunjung. Apalagi dua penari lengkap dengan kostum Legong berdiri tak jauh dari patung berhias lapisan emas tersebut. Beberapa pengunjung yang penasaran kemudian mendekat. Tak segan mereka berfoto bersama.

Itulah kemeriahan yang tampak di ruang pamer produsen porselen premium Nuanza di ajang Inacraft pada Minggu (29/4). Ruang pamer di Assembly Hall Jakarta Convention Center itu memang menampilkan karya terbaru Nuanza, yakni koleksi patung porselen Enchanting Legong. Patung tersebut menampilkan gerak tari Legong yang dicuplik dari tarian yang dibawakan maestro tari Legong Bulantrisna Djelantik.

Patung porselen Agem Metaksu. (foto: istimewa)

Tak hanya menggandeng maestro tari Legong, Nuanza juga menggandeng maestro pembuatan porselen asal Jepang, Noriaki Kobayashi. Kolaborasi dua maestro lintas disiplin itulah yang kemudian menghasilkan rangakaian patung Enchanting Legong.

Di balik keindahan patung porselen Legong tersebut, ada proses pembuatan yang tidak mudah. Semuanya diawali dengan peragaan gerak tari Legong oleh penari. Gerakan itu kemudian didokumentasikan, difoto, dan divideokan. "Semuanya difoto. Dari gerakan, kostum, bahkan sampai ke bunga hiasan kepala," ujar Bulantrisna saat berbincang bersama Merahputih.com pada acara Inacraft di Jakarta Convention Center.

Maestro tari berusia 70 tahun tersebut pun mengungkapkan ketakjubannya akan detail yang ditampilkan patung Legong karya Nuanza. Setiap kelopak bunga bahkan dirangkai satu per satu, padahal ukurannya sangatlah kecil, sekitar 1-3 milimeter. "Bunga penari Legong itu harus pas. Enggak boleh mendongak, enggak boleh jatuh, harus ada sudut yang pas," jelasnya.

Ide pembuatan patung Enchanting Legong bermula sejak 2013. Direktur PT Nuanza Porcelain Indonesia Bagus Pursena mengatakan pihaknya lah mendekati Bulantrisna untuk proyek tersebut. Mereka amat ingin membuat patung yang bisa mewakili Indonesia di dunia internasional. Niat itu disambut baik maestro tari yang akrab disapa Biang (ibu) tersebut. "Legong ini sudah diakui UNESCO sebagai warisan dunia. Kami ingin mengangkat itu. Namun, baru 2013 kami bisa bertemu Biang," ujarnya.

Lebih jauh, Bagus menjelaskan bahwa patung Legong punya tingkat kesulitan yang berbeda ketimbang membuat patung lainnya. Dibutuhkan ketelitian dan ketepatan suhu dalam pembakaran. Kesulitan bahkan telah terasa dari awal pembuatan hingga ke bagian akhir. Bagus menyebut ada dua tahap yang paling sulit dalam pembuatan patung porselen Legong tersebut.

Yang pertama ialah pematangan model. Dalam tahap ini, memutuskan untuk menampilkan bentuk atau gesture apa dalam sebuah patung. Hal itu mengingat ada banyak sekali gerak dan gesture dalam tari Legong. "Tari kan ditampilkan secara keseluruhan, ada cerita dari awal hingga akhir. Sedangkan dalam patung harus menangkap momen. Kami harus memilih apa yang ditampilkan agar sekali lihat, orang tahu itu Legong," ujarnya.

Proses awal pembuatan patung Enchanting Legong. (foto: istimewa)

Kesulitan lain yang mempertemukan teknis dan bentuk. Gesture yang sudah dipilih untuk ditampilkan haruslah mungkin dikerjakan secara teknis. Bisa saja memilih gesture yang teramat indah, tapi ternyata sulit diwujudkan secara teknis.

Di tahap awal, Kobayashi memang membuat sketsa gambar gerakan Legong berdasarkan semua dokumentasi yang telah dibuat. Selanjutnya, dibuatlah model dari tanah liat. Pada tahap itu, Bulantrisna juga berperan sebagai pengoreksi model yang dibuat dari clay. Tujuannya, agar gerakan terlihat lebin autentik. Koreksi dilakukan dengan memeragakan langsung gerakan Legong di tempat Kobayashi dan para seniman bekerja, yakni di bengkel kerja PT Nuanza Porcelain Indonesia di Desa Ampel, Boyolali, Jawa Tengah. "Ini untuk memberi rasa pada karya," jelas Bulantrisna.

Detail bunga dipasang satu per satu. (foto: istimewa)


Ketika sudah diputuskan gerakan mana yang akan dipatungkan, para seniman harus memikirkan teknik yang mungkin dalam pembuatannya. Hal itu amat terkait dengan tata cara dalam prapembakaran dan pembakaran patung porselen.


Bagus menjelaskan bahwa patung porselen saat dibakar akan berubah menjadi plastis, elastis. Akibatnya, bisa terjadi perubahan bentuk. "Bisa jadi, saat sebelum dibakar, posisi tangan sudah betul. Setelah dibakar, posisinya turun. Itu tidak sesuai pakem yang diberikan Ibu Bulantrisna," jelasnya.

Butuh 3-4 bulan untuk menyelesaikan 1 patung. (foto: istimewa)

Selain itu, ada risiko retak saat pembakaran patung. Hal itulah yang membuat patung porselen Legong ini membutuhkan waktu 3-4 bulan hingga jadi. Keseluruhan proses pengerjaan patung yang rumit tersebut dilakukan di pabrik Nuanza di Boyolali. Di sana, patung Legong dikerjakan perajin yang merupakan warga lokal. Mengingat pengerjaannya yang rumit, Bagus menyebut dibutuhkan transfer ilmu dari ahli porselen Jepang Noriaki Kobayashi. "Kobayashi San mengajarkan teknik-teknik untuk mengerjakan. Sekarang dia sudah kembali ke Jepang setelah lama tinggal di Indonesia," jelas Bagus.

Transfer ilmu dalam pengerjaan patung Legong tersebut diwujudkan dalam bentuk pencatatan dan pendokumentasian setiap tahap pengerjaan. Semisal pencatatan suhu saat proses pembakaran. Menurut Bagus, hal itu perlu agar tercipta sebuah sistem, prosedur operasional standar, dalam membuat patung Legong. "Jadi yang ingin kami ciptakan ialah sistem, agar tak tergantung pada satu orang," ujarnya.

Setiap patung diwarna dengan sentuhan emas. (foto: istimewa)

Ilmu itulah yang kemudian diterapkan Nuanza dalam membuat patung Enchanting Legong. Pengaturan suhu di waktu yang tepat menjadi kunci dalam pengerjaannya. Pengerjaan yang rumit tak lantas membuat Bagus dan timnya putus asa. Ia menyebut tantangan kerumitan itu membuat mereka belajar lebih banyak lagi untuk menyempurnakan teknik. "Buat kami ini tantangan. Makin sulit, makin berat tantangannya jadi makin menarik," ujarnya.(dwi)

Bagikan
Ditulis Oleh

Dwi Astarini

Love to read, enjoy writing, and so in to music.
Bagikan