Proses Hukum Terhadap Pelaku Intoleransi di Solo Dinilai Tak Tegas

Andika PratamaAndika Pratama - Jumat, 14 Agustus 2020
Proses Hukum Terhadap Pelaku Intoleransi di Solo Dinilai Tak Tegas
Kapolda Jawa Tengah Irjen Ahmad Lutfi ungkap kasus pelaku intoleran di Solo, Jawa Tengah, Selasa (11/8). (MP/Ismail)

MerahPutih.com - Praktisi hukum Petrus Selestinus menilai, para pelaku kejahatan yang mempersekusi keluarga Habib Assegaf Al Jufri di Solo perlu mendapat hukuman tegas. Menurut Petrus, mereka tidak cukup hanya dijerat dengan pasal 160, 170, 335 jo. pasal 55 KUHP saja.

"Melainkan harus dijerat dengan pasal 59 dan 82A UU No. 16 Tahun 2017 Tentang Ormas, yang sanksi pidananya lebih berat yaitu penjara 5 sampai 20 tahun atau seumur hidup," jelas Petrus kepada MerahPutih.com di Jakarta, Kamis (13/8).

Baca Juga

Polda Jateng Tangkap 7 Pelaku Bubarkan Paksa Acara Midodareni, 5 Jadi Tersangka

Petrus menerangkan, para pelaku disebut dari Laskar Solo, artinya Pelaku adalah Anggota atau Pengurus Ormas, yang diduga telah melakukan perbuatan yang dilarang.

Perbuatan mereka diancam dengan pidana oleh ketentuan pasal 59 dan 82A UU No. 16 Tahun 2017 Tentang Ormas yaitu melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan dan melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang Penegak Hukum.

"Ada larangan dan ancaman pidana bagi Anggota atau Pengurus Ormas yang melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan dan lainnya. Mereka bisa diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 5 tahun dan paling tinggi 20 tahun (Pasal 59 dan 82A UU No.16 Tahun 2017, Tentang Ormas," ungkap Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini.

Lima orang pelaku intoleran ditangkap Polda Jawa Tengah, Selasa (11/8). (MP/Ismail)
Lima orang pelaku intoleran ditangkap Polda Jawa Tengah, Selasa (11/8). (MP/Ismail)

Petrus meyakini, jika para pelaku hanya dijerat dengan pasal 160, 170, 335 KUHP jo. pasal 55 KUHP, dengan menegasikan ketentuan pasal 59 dan 82A UU No. 16 Tahun 2017 Tentang Ormas, ini artinya Polisi tidak konsisten menegakan hukum.

"Karena bagaimanapun Intoleransi merupakan kejahatan berat dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling rendah 5 tahun dan paling tinggi 20 tahun," jelas dia.

Petrus mendesak Polri paham bahwa semangat pembentukan UU No. 16 Tahun 2017 Tentang Ormas adalah wujud komitmen nasional dan internasional negara dan rakyat Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia.

"Konsistensi Polri dalam menegakan hukum dengan menerapkan pasal-pasal pidana di dalam UU No. 16 Tahun 2017 Tentang Ormas dalam kasus Intoleran, Radikal, Persekusi dan SARA, merupakan keharusan di tengah menguatnya kejahatan Intoleransi dan Radikal, yang mengancam disintegrasi bangsa," tutup Petrus.

Sebelumnya, Polres Kota Surakarta 'diback up' Polda Jawa Tengah dan Mabes Polri telah menetapkan empat orang menjadi tersangka dari lima yang diamankan, diduga terlibat kasus anarki oleh sekelompok intoleran, di Kampung Metodranan, Semanggi, Pasar Kliwon Solo, Jateng.

Baca Juga

Penyerangan Acara Midodareni, Kapolda Jateng: Tidak Ada Kompromi Kelompok Intoleran

Menurut Kapolda Jateng, Irjen Ahmad Luthfi polisi dalam pekembangan kasus kelompok intoleran telah mengamankan sebanyak lima pelaku pengeroyokan, penganiayaan, dan perusakan, di Kampung Metodranan, Semanggi, Solo.

"Kami sudah mengamankan lima orang yang diduga terlibat melakukan pengeroyokan, penganiayaan, dan perusakan, yakni dengan inisial BD, MM, MS, ML, dan RN," kata Kapolda. (Knu)

#Polda Jawa Tengah
Bagikan
Ditulis Oleh

Andika Pratama

Bagikan