Sepatu Kanvas Made In Negeri Aing Paling Diburu Sneakerhead
CONVERSE pernah menjadi sepatu kanvas impian semua orang di tahun 1990-an. Model klasik dan tak lekang waktu, dan banyak dipakai musisi ternama dunia, berhasil membuat kebanyakan masyarakat Indonesia merasa harus memiliki sepatu asal Amerika Serikat tersebut. Sebut saja band seperti Green Day, Nirvana, Fugazi, sampai Avril Lavigne di tayangan MTV terang-terangan menggunakan sepatu kanvas Chuck Taylor.
Didirikan Marquis Mills Converse pada 1908, Converse termasuk salah satu sepatu tertua di dunia. Dengan ciri khas lingkaran dengan logo bintang di dalamnya, Converse All Star menjadi alas kaki membuat para penggunanya tergolong sebagai anak keren di lingkungan sekolah maupun kampus era 90-an.
View this post on Instagram
Saking begitu diburu para peminatnya di Negeri Aing, bahkan saat anggaran mentok, banyak orang kemudian mengambil keputusan membeli barang palsu atau KW (kualitas 1-3). Tujuannya, tentu karena ada ketertarikan tertentu pada merek. Mereka akan senang, bangga, percaya diri, gaul, setelah sudah memakai produk tersebut, meski palsu. Penjualnya pun tak sedikit.
Kala itu, mereka menganggap lebih baik menggunakan barang palsu tapi mirip dengan sepatu kanvas cap bintang daripada beli produk lokal meski asli. Konsumen sadar akan merek (brand consciousness), menurut Hsiang?Ming Lee pada "Brand Image Strategy Affects Brand Equity After M&A," European Journal of Marketing (2011), cenderung mementingkan atribu-atribut seperti nama merek dan negara asal sehingga mempengaruhi intensi pembelian terhadap merek tersebut.
Baca juga:
Brand consciousness merupakan kebutuhan dan keinganan seseorang membeli merek-merek terkenal nan sering membuat pernyataan sosial. Apa saja akan dilakukan, termasuk membeli produk palsu, demi pernyataan sosial tersebut. Converse, dianggap sebagai brand luar negeri, di kala itu dianggap memiliki pernyataan sosial tertentu, sehingga jadi buruan.
Seiring dengan berjalannya waktu, mindset tentang "sepatu luar negeri lebih keren" pun mulai tergeser, saat sneakerhead mulai sadar kampanye bangga lokal , salah satunya jadi titik balik pada sepatu Compass.
Dengan kualitas tak kalah dengan Converse, sepatu brand lokal temuan Gunawan Kahar pada 1998 tentu dibanderol dengan harga jauh lebih murah, antara lain mulai Rp 300-ribuan (harga ritel) jika dibandingkan sepatu Converse dibanderol mulai dari Rp 800 ribuan.
Harga murah dengan kualitas 'enggak kaleng-kaleng' tentunya menjadi daya tarik utama sepatu Compass. Tidak heran, sepatu ini akan diserbu pada begitu rilis.
Baca juga:
Setelah kepepet mencari, marketplace pun menjadi bukti keunggulan sepatu Compass bukan hanya dari harga minimal dengan kualitas maksimal. Nyatanya, harga sepatu Compass bisa di resell sampai dua kali lipat dari harga asli, bahkan beda tipis dengan sepasang sepatu Converse.
Ketenaran Compass akhirnya terbukti bukan karena kualitas dan harga saja. Terdapat gaya marketing Compass ciamik sehingga menarik perhatian para pencinta sneakers. Compass jadi memiliki "kelas"-nya tersendiri, bukan hanya sebagai sepatu murah lokal berkualitas. Apalagi, beberapa model dari sepatu Compass hanya dibuat dalam edisi terbatas sehingga menimbulkan rasa spesial dan eksklusif bagi para pemiliknya.
Compass pun tidak selalu mendapatkan titik terang dalam menjalankan bisnisnya di kancah fesyen Nusantara. Hampir gulung tikar, pabrik sepatu asal Bandung itu bangkit kembali setelah kedatangan Aji Handoko Purbo selaku Creative Director Compass yang bertanggungjawab untuk menangani sisi kreatif dan strategi bisnis.
"Waktu itu pak Gunawan sudah hampir nyerah karena sering ditinggal rekan bisnisnya yang sudah sukses. Malahan istrinya sudah minta dia buat pensiun. Usaha terakhir pak Gunawan adalah berusaha menghidupkan kembali Compass karena ini adalah produksi dalam negeri dan diharapkan bisa sukses di negeri sendiri," tutur Aji seperti dikutip dari Liputan 6.
Compass setelahnya mulai meraih kesuksesan sejak 2018. Selain bekerjasama dengan Ariel Noah sebagai brand ambassador, Compass juga sering berkolaborasi dengan pihak lain, seperti Brian Notodihardjo (Compass Bravo), Darahkubiru, Oldblue.co, dan lain-lain.
Tidak hanya Compass, perusahaan sepatu lokal Ventela juga ikut naik daun bersamaan dengan tenarnya Compass bagi generasi muda. Telah hadir sejak 2017, brand sepatu asal Bandung gubahan William Ventela telah menghasilkan beberapa model sepatu terkenal di kalangan generasi muda seperti Ventela Public, Ventela Hard13 Noir, dan Sang Sekerta.
Ventela pernah pula merilis sebuah kolaborasi dalam rangka memperingati Hari Batik Nasional. Bahkan, Ventela berkolaborasi dengan Yang Ayam, bisnis kuliner milik anak Presiden Indonesia dan rumah desain custom Nevertoolavish untuk menghasilkan sepatu Ventela Sang Sekerta Lohita.
View this post on Instagram
Sepatu berbahan dasar kanvas tersebut akhirnya disempurnakan dengan sentuhan poa batik semakin membuat sepatu ini terasa Indonesia banget. Kesuksesan Compass dan Ventela membuktikan tren bisa bergeser meski konsumen telah memiliki brand consciousness. (SHN)
Baca juga:
Cukup Diinjak Belakangnya, Langsung Auto Keren Pakai Sepatu Ini