Presiden PKS Sebut Perppu COVID-19 Lahirkan Pemerintahan Otoriter

Andika PratamaAndika Pratama - Kamis, 23 April 2020
Presiden PKS Sebut Perppu COVID-19 Lahirkan Pemerintahan Otoriter
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman. (MP/Ponco Sulaksono)

MerahPutih.com - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sohibul Iman mengkritik Perppu no 1 tahun 2020 tentang tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19. Menurutnya, Perppu tersebut melahirkan pemerintahan yang otoriter.

Dia mengatakan, seringkali pada saat krisis membuka dua kemungkinan. Yaitu jatuhnya pemerintahan yang otoriter dan lahirnya pemerintahan yang demokratis atau sebaliknya bangkitnya pemerintahan yang otoriter dan matinya demokrasi.

Baca Juga

Catat! Ini 19 Titik Pos Pantau Cegah Warga Mudik Keluar Jabodetabek

"Dalam analisis kami Perppu No.1 tahun 2020 memberi jalan terbuka bagi lahirnya pemerintahan otoriter. Atas nama penyelamatan ekonomi Perppu tersebut memberi legitimasi benih-benih otoritarianisme melalui perundang-undangan," katanya dalam keterangannya yang dikutip pada, Kamis (23/4).

Dia menuturkan, Perppu No.1 tahun 2020 secara eksplisit memangkas hak-hak legislasi dan anggaran DPR RI. Sebab, Perubahan postur APBN cukup melalui proses Peraturan Presiden tanpa melalui proses legislasi UU yang harus mendapatkan persetujuan DPR RI sebagaimana amanat Konstitusi kita UUD NRI 1945.

"Sebagaimana kredo politik yang sangat masyhur 'Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely,' maka penting ada pembagian kekuasaan Trias Politica agar terjadi check and balances. Kekuasaan tidak boleh dimonopoli oleh eksekutif," jelasnya.

Sohibul menambahkan, dalam sistem Presidensial Presiden dipisahkan dari kekuasaan parlemen dan merupakan penguasa tertinggi Lembaga Eksekutif dan ia harus dikontrol oleh kekuasaan legislatif.

"Sehingga gerak langkah Presiden dalam menjalankan roda pemerintahan tetap pada rel yang benar sesuai dengan Konstitusi dan Perundang-undangan yang berlaku," ucapnya.

Dia menegaskan, DPR RI tidak boleh menjadi Rubber Stamp yang hanya jadi tukang stempel kebijakan-kebijakan pemerintah. Justru harus bersikap rasional dan kritis atas setiap kebijakan pemerintah.

"Karena itu DPR RI sebagai kekuatan legislatif harus bersikap sebagai kekuatan penyeimbang Pemerintah dan pejuang suara hati rakyat," terangnya.

Presiden PKS klaim PAN dukung pembentukan Pansus Jiwasraya
Presiden PKS Sohibul Iman (Foto: MP/Gomes Roberto)

Menurutnya, Perppu No.1 tahun 2020 ini memiliki potensi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan potensi penyalahgunaan penggunaan sumber daya keuangan (abuse of money). Kemudian, Perppu ini tidak hanya memangkas hak legislasi dan anggaran DPR RI, tapi juga memberikan kekebalan hukum kepada penyelenggara pemerintahan dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Baca Juga

Presiden Jokowi Diminta Habisi Mafia Sembako saat COVID-19

Apalagi, Konstitusi sudah jelas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum bukan negara kekuasaan. Dan semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum.

"Tidak ada satu pun warga negara di Republik Indonesia yang berhak mendapatkan kekebalan hukum. Bahkan Presiden sebagai Kepala Negara dan Pemerintahan pun memiliki kedudukan yang sama di depan hukum," kata Sohibul.

Oleh karena itu, demi menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia dan menjaga amanat konstitusi, DPP PKS memerintahkan Fraksi PKS DPR RI untuk mengkaji lebih dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dan menyiapkan argumen-argumen rasional konstitusional sebagai bahan FPKS menolak Perppu tersebut dijadikan Undang-Undang.

"Saya juga mengajak kepada seluruh Pimpinan Partai Politik dan Pimpinan DPR RI untuk bersama-sama menyelamatkan dan mengawal demokrasi dan konstitusi kita agar tetap on the track! Demikian. Semoga catatan ini bermanfaat untuk kita semua," pungkas Sohibul.

Ia juga mengkritik kebijakan pemerintah dalam penanganan wabah virus corona yang menyebabkan COVID-19.

Sohibul menyebut, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilakukan pemerintah berdasarkan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah membuat penanganan Covid-19 menjadi lamban.

"Membuat kebijakan penanganan Covid-19 menjadi sangat lamban, tidak terkoordinasi dengan baik, tidak integratif dan seperti jalan sendiri-sendiri tanpa adanya satu komando dari Pemimpin tertinggi di Republik ini," kata Sohibul Iman.

Sohibul menilai, PSBB terkesan dibuat agar pemerintah pusat lepas tangan dari beban yang ditanggung pemerintah daerah. Padahal, menurut Sohibul, pemerintah bisa belajar dan dari negara-negara lain yang lebih dahulu mengalami wabah COVID-19.

Ia mengatakan, China dan Eropa menerapkan kebijakan lockdown guna menangani penularan COVID-19 hingga rapid test secara masif di Korea Selatan.

"Atau seperti Vietnam dengan komando militernya melakukan direct-contact tracing dan social distancing secara sangat ketat dan disiplin. Semua pilihan dan kebijakan ada kelebihan," ucapnya.

Baca Juga

Anies Ajak Kemenperin Evaluasi Izin Ratusan Perusahaan 'Kebal' Larangan PSBB

Sohibul merasa prihatin, selama penanganan COVID-19 internal pemerintah pusat juga terjadi kegaduhan seperti perbedaan sikap terkait kebijakan.

"Dalam situasi krisis, republik ini sangat membutuhkan hadirnya pemimpin nasional yang dapat memberikan sense of direction and confidence kepada rakyatnya. Agar rakyat punya harapan dan keyakinan bahwa pemimpinnya dapat diandalkan," ucap Sohibul Iman. (Knu)

#Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Bagikan
Ditulis Oleh

Andika Pratama

Bagikan