PPATK-Bappebti Bakal Awasi Transaksi Aset Kripto

Zulfikar SyZulfikar Sy - Senin, 31 Januari 2022
PPATK-Bappebti Bakal Awasi Transaksi Aset Kripto
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/1/2022). . ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.

MerahPutih.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akan mengawasi secara ketat transaksi aset kripto atau transaksi yang menggunakan mata uang kripto.

Pasalnya, transaksi aset kripto rawan terjadi tindak pindana pencucian uang. Pengawasan ini dilakukan bersama Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dengan melakukan joint audit.

"Pelaksanaan joint audit tersebut untuk mengawasi kepatuhan dan memastikan masing-masing exchanger virtual currency sudah menerapkan lima pilar Bappebti,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/1).

Baca Juga:

PPATK Terima 73.000 Laporan Transaksi Mencurigakan Sepanjang 2021

PPATK sudah melakukan riset independen dan riset internasional bekerja sama dengan 12 negara di Asia, seperti Australia dan New Zealand terkait transaksi kripto.

Menurut Ivan, terdapat dua masalah dalam transaksi kripto, yakni transaksi terjadi dengan menggunakan uang yang berasal dari tindak pidana.

“Lalu kemudian risiko yang paling berat adalah tidak adanya underlying dari penentuan harga sehingga ketika satu kolaps, semuanya kolaps di dalam situ,” ujarnya.

Baca Juga:

BNN Segera Temui PPATK Bahas Rekening Gendut Sindikat Narkoba

Ivan mengatakan, metode pembayaran baru di dunia virtual menjadi perhatian serius semua negara termasuk Indonesia. Apalagi, metode pembayaran tersebut sangat cepat mengikuti perkembangan teknologi sehingga saat ini money laundry (pencucian uang) dengan teknologi 4.0 sudah bergeser ke teknologi 5.0.

Lebih lanjut, Ivan menambahkan, pihaknya akan terus melakukan pencegahan dan pengawasan transaksi keuangan di ruang virtual. Pasalnya, tidak menutup kemungkinan transaksi keuangan tersebut berasal dan digunakan untuk melakukan tindak pidana mulai dari korupsi, terorisme, hingga narkotika.

“Penggunaan teknologi seperti virtual currency, blockchain/distribututed ledger technology (DLT), non-fungible token atau dikenal NFT, peer to peer leding telah memberikan tantangan baru bagi kami dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang,” kata Ivan. (Pon)

Baca Juga:

PPATK: Temuan Rp 120 Triliun Harus Diikuti Pemiskinan Para Bandar Narkoba

#PPATK #Kripto
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Bagikan