MerahPutih.com - Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), telah diajukan Komisi V DPR RI. Tetapi sampai saat ini, belum ada kesepakatan antara DPR dan Pemerintah untuk membahasnya.
Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Keuangan Wawan Sunarjo mengatakan, terdapat tiga potensi penerimaan dari revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Baca Juga:
RUU LLAJ Diharapkan Mengakomodasi Transportasi Online Berbasis Aplikasi
Potensi pertama, penambahan tarif PNBP yang mengakomodir berkembangnya teknologi di bidang transportasi, terutama transportasi umum berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Baik dari sisi perizinan angkutan orang dan pengawasan angkutan umum online berbasis aplikasi.
"Artinya, kalau ada perusahaan-perusahaan atau startup yang bergerak di bidang transportasi, maka perizinannya akan menjadi potensi PNBP bagi Kemenhub," kata Wawan.
Kedua, penggalian sumber pendanaan dana preservasi jalan yang mencerminkan user's fee principle. Di dalam komponen pajak kendaraan bermotor saat ini hanya ada untuk daerah.
"Melalui revisi UU LLAJ, diharapkan ada semacam roadtax yang bisa dibagi bersama. Hal inilah yang bisa dipergunakan untuk salah satu sumber dana preservasi," katanya.
Ketiga, perubahan sanksi pidana atas pelanggaran over dimension and over load (ODOL) dan pelanggaran lalu lintas menjadi sanksi administratif berupa pengenaan denda administratif.
"Saat ini, pelanggaran ODOL lebih banyak melalui pengadilan, di mana kalau melalui pengadilan tercatat sebagai PNBP kejaksaan," katanya.
Dia menjelaskan, sesuai Undang-Undang PNBP sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2020, ada enam objek PNBP yang telah ditetapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.
Keenam objek PNBP itu adalah Pemanfaatan Sumber Daya Alam, Pelayanan, Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN), Pengelolaan Dana, Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) dan Hak Negara lainnya.
"Secara prinsip, Kementerian Keuangan tidak bisa memberikan izin untuk penggunaan di kepolisian terhadap denda tilang yang tercatat PNBP-nya kejaksaan, sesuai Undang-Undang PNBP," kata Wawan.
Selain itu, Kemenkeu sendiri dalam hal ini tidak memasukkan denda tilang sebagai target pendapatan. Kemenkeu tidak mengharapkan banyaknya pelanggaran lalu lintas di lapangan, akan tetapi dengan menekankan pengawasan oleh pihak kepolisian pada lalu lintas.
"Sampai saat ini kebijakan untuk pendapatan tilang belum dipergunakan sama sekali (untuk preservasi jalan)," katanya.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Ridwan Bae menyebutkan bahwa delapan fraksi menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Ia menyoroti Pasal 29 sampai 34 UU LLAJ yang menyebutkan bagaimana pembiayaan preservasi jalan tidak bisa dilepaskan dengan biaya yang dipungut oleh Polri melalui pajak kendaraan.
"Saya fokus pada kendaraan, kenapa ini jadi perhatian kami. Karena biaya preservasi jalan itu masih jauh dari harapan," jelas Hamka. (Asp)
Baca Juga:
Baleg DPR Segera Panggil Komisi V Bahas RUU LLAJ