Politisasi Tenaga Kerja Asing Tidak Produktif

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Jumat, 27 April 2018
Politisasi Tenaga Kerja Asing Tidak Produktif
Menakertrans Hanif Dakhiri bersama Dirjen Imigrasi Kemenkumham Ronny F Sompie saat raker dengan Komisi IX DPR terkait Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA). (ANTARA FOTO/Hafidz

Merahputih.com - Sebagian pihak menyayangkan politisasi isu Tenaga Kerja Asing (TKA) terutama yang berasal dari Tiongkok. Hal ini karena tidak memiliki basis argumen yang jelas dan bertentangan dengan fakta-fakta sebenarnya di lapangan.

Direktur Lembaga Kajian dan Pemberdayaan Masyarakat (Lekat), Abdul Fatah mengatakan, sejak tahun 2015, Indonesia telah berada dalam era Asean Free Trade Area (AFTA). Dalam konteks itu, para pemimpin negara-negara ASEAN telah sepakat untuk mentransformasi wilayah ASEAN menjadi kawasan bebas aliran barang, jasa, investasi, permodalan, dan tenaga kerja.

“Fenomena Globalisasai, barang, jasa, uang dan tenaga kerja merupakan fenomena yang biasa di era modern ini. Sebuah bangsa tidak akan kehilangan identitas dan jatidirinya karena menjadi bangsa yang terbuka," kata Fatah di Jakarta, Jumat (27/4).

Dia lantas mencontohkan, Tiongkok menguasai surat utang Amerika sebesar US$ 1.15 Trilyun. Namun, negeri tirai bambu itu tak otamatis mencaplok negeri paman Sam.

"Arab investasi di Tiongkok 870 Triliyun. Apakah rakyatnya terkencing-kencing merasa dijajah oleh Arab? Tidak. Amerika Investasi 122 Triliyun ke Singapore, apakah warga Singapore otamatis jadi antek asing ? Tidak," tegasnya.

Fatah menambahkan, sebanyak 252.000 TKI bekerja di Taiwan. Namun rakyat Taiwan tidak merasa dijajah Indonesia. Kemudian jumlah TKI yang bekerja di China 81.000, sementara TKI di Hongkong 153.000, di Macau 16.000, Namun, rakyat Tiongkok, Hongkong dan Macau tidak merasa di jajah oleh Indonesia.

"TKA yang bekerja di Indonesia sebanyak 74.183 orang. Sementara 21.271 ribu di antaranya berasal dari Tiongkok, disusul Jepang dan lain-lain. Tapi sebagian dari kita sudah terkencing-kencing merasa dijajah oleh Tiongkok," ungkapnya.

Para menteri berbincang sebelum mengikuti Rapat Terbatas tentang Penataan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (6/3). (Foto: Humas/Rahmat).
Para menteri berbincang sebelum mengikuti Rapat Terbatas tentang Penataan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (6/3). (Humas/Rahmat/setkab.go.id)

"Mengapa rakyat negara-negara dimana TKI kita berkerja tersebut bisa bernalar dengan benar? Karena mereka bisa membedakan antara bisnis dengan kedaulatan negara," kata dia menambahkan.

Fatah menegaskan, pergaulan dunia di abad ke XXI tidak lagi dipetakan oleh suku, ras dan agama. Menurut dia, masyarakat modern sudah tidak mempermasalahkan lagi perbedaan keyakinan. Saat ini, lanjut dia, yang terpenting ialah bersama-sama membangun peradaban.

Senada dengan Fatah, peneliti muda dari Paramadina Public Policies, M. Ihsan juga manyampaikan bahwa Tenaga Kerja Asing dibutuhkan di Indonesia untuk alih teknologi.

"Hampir semua negara yang melakukan investasi, maka dia menyertakan tenga-tenaga handalnya untuk mengoperasionalkan alat-alat berat atau untuk mengawal investasi yang dilakukan. Hal ini merupakan fenome yang wajar. Tidak terkecuali dengan tenaga kerja dari Tiongkok," ujarnya.

Berdasarkan data 2017, jumlah TKA yang bekerja di Indonesia sebanyak 85.974 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini, berarti masih kurang dari 0,1 %. Sementara itu, jumlah Tenaga Kerja dari Tiongkok, di Indonesia ada 24.000. Angka ini relatif kecil jika dibandingkan dnegan jumlah Tenaga Kerja Asing secara keseluruhan yang mencapai 160.000. (Pon)

#Tenaga Kerja Asing
Bagikan
Bagikan