MerahPutih.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan, memberikan sinyal pemerintah akan menaikan harga BBM bersubsidi seperi dan gas 3 kilogram. Hal ini seiring naiknya harga komoditas energi di pasar dunia.
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto mengingatkan, pemerintah tidak mengintimidasi masyarakat dengan serangkaian rencana kenaikan harga energi pokok masyarakat seperti BBM jenis Pertalite, gas LPG 3 kg, juga listrik PLN.
Baca Juga:
Rencana Kenaikan Pertalite dan Gas 3 Kilogram Bikin Resah Masyarakat
Pemerintah, tegas ia, jangan sembrono mengumbar pernyataan yang dapat membuat panik masyarakat. Pasalnya saat ini masyarakat masih kaget dengan kenaikan harga BBM jenis Pertamax dan kelangkaan solar.
Ia mengatakan, apabila pemerintah terus bicara soal rencana kenaikan BBM jenis Pertalite dan LPG 3 kg (gas melon) akan menambah kepanikan masyarakat menghadapi beban hidup yang makin berat.
"Jangan pemerintah lebih melindungi kepentingan oligarki dan memanja mereka dengan berbagai fasilitas dan kemudahan usaha. Sementara beban kenaikan harga barang-barang pokok ditimpakan kepada masyarakat," kata Mulyanto kepada wartawan Selasa (5/4).
Menurut Mulyanto, rencana tersebut itu tidak adil. Sebab, yang kaya akan bertambah kaya sementara yang miskin akan bertembah miskin. Pemerintah harus bersikap adil dalam pengelolaan beban ekonomi di masa sulit sekarang ini.
"Negara harus hadir dalam mengatur beban ekonomi yang timbul akibat Perang Rusia-Ukraina. Jangan tekanan ekonomi dunia tersebut langsung dilepas dan ditimpakan kepada masyarakat," tegasnya.
Mulyanto menegaskan, pemerintah, BUMN, termasuk dunia usaha, harus yang pertama-tama menanggung beban tersebut. Jangan masyarakat yang masih belum pulih dari pandemi COVID-19 ini dipaksa memikul beban dampak tsunami harga migas dunia.
Pemerintah, kata ia, diminta terbuka terkait penerimaan ekspor komoditas energi dan sumber daya mineral. Pasalnya, naiknya harga migas dunia, diiringi juga dengan lonjakan harga CPO, batubara, tembaga, nikel, dan lain-lain.

Ia mengakui, Indonesia harus merogoh saku lebih dalam untuk membayar defisit transaksi berjalan dari impor migas. Namun di sisi lain, saku Indonesia juga bertambah gemuk dari penerimaan ekspor komoditas energi dan sumber daya mineral.
"Ini kan soal “kantong kiri dan kantong kanan”. Hitungan kasar saya, penerimaan negara dari ekspor komoditas energi dan sumber daya mineral lebih besar ketimbang besarnya defisit transaksi impor migas. Kelebihan ini kan dapat digunakan untuk mengkompensasi kenaikan harga-harga dalam negeri," jelasnya.
Mulyanto mendesak pemerintah, BUMN dan dunia usaha agar sharing the pain (kesetiakawanan sosial-ekonomi) dengan meningkatkan pajak ekspor/royalti dari komoditas CPO, batubara, tembaga, nikel, dan lain-lain secara progresif sesuai dengan kenaikan harga dunia.
"Karena penerimaan pajak/royalti ini sangat berguna untuk mengurangi beban masyarakat atas kenaikan harga-harga. Bila itu yang terjadi, maka negara tidak hadir untuk melindungi masyarakat, sesuai amanat pembukaan UUD NRI tahun 1945, yakni negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia," katanya. (Pon)
Baca Juga:
Kenaikan Harga Pertamax Dinilai Picu Peralihan Pengguna ke Pertalite