Politikus PDIP : Penurunan Presidential Threshold Tidak Perlu Diteruskan

Alwan Ridha RamdaniAlwan Ridha Ramdani - Jumat, 17 Desember 2021
Politikus PDIP : Penurunan Presidential Threshold Tidak Perlu Diteruskan
Simulasi TPS. (Foto: Bawaslu)

MerahPutih.com - Menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024, ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) menjadi perdebatan para politisi. Teranyar, anggota DPD mengajukan judicial review ke MK.

Anggota Komisi II DPR Rifqinizami Karsayuda menilai, ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjadi instrumen pelembagaan partai politik.

Baca Juga:

Puan Tegaskan Presidential Threshold Sudah Final

"Wacana menurunkan presidential threshold menjadi 5—10 persen bahkan 0 persen tidak perlu diteruskan," kata Rifqi di Jakarta, Jumat (17/12).

Ia menyebutkan, salah satu unsur pelembagaan partai adalah kemampuan parpol untuk meraih suara yang sebesar-besarnya, hasil dari kemampuan bekerja menyalurkan aspirasi rakyat.

"Persentase presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR RI dan 25 persen suara nasional yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu harus dimaknai sebagai bagian memperkuat kelembagaan parpol itu sendiri," ujarnya.

Rifqi mengatakan, parpol adalah episentrum dari demokrasi atau kedaulatan rakyat yang sudah dipilih sebagai asas dalam sistem politik yang dianut dalam konstitusi Indonesia.

Menurut politikus PDI Perjuangan itu, kalau semua parpol bisa mencalonkan pasangan calon presiden/wakil presiden, legitimasi pencalonan dalam konteks kedaulatan rakyat bisa dipertanyakan.

Anggota DPR RI M. Rifqinizami Karsayuda. ANTARA/Fathur
Anggota DPR RI M. Rifqinizami Karsayuda. ANTARA/Fathur

"Itu (penurunan presidential threshold) membuat pencalonan seperti tidak ada penjaringan dalam konteks sistem kepartaian dan kepemiluan. Oleh karena itu, saya menolak wacana menurunkan presidential threshold menjadi 5—10 persen atau bahkan 0 persen," katanya.

Ia menegaskan, kesepakatan antara parpol dan pemerintah untuk tidak merevisi UU Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada harus dihormati oleh semua pihak.

"Norma-norma yang telah diatur dalam kedua UU tersebut, dapat digunakan untuk menatap dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024," katanya. (Pon)

Baca Juga:

La Nyalla Tegaskan Presidential Threshold Sumber Korupsi

#Pilpres #Pemilu #UU Pemilu #MK #Presidential Threshold
Bagikan
Bagikan