MerahPutih.com - Rencana pemerintah menaikkan tarif listrik pada tahun 2022, mendapatkan penolakan keras dari Dewan Pakar DPP Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono.
Menurut pria yang biasa dipanggil BHS, kenaikan tarif listrik sangat tidak masuk akal dan memberatkan masyarakat.
Baca Juga
Aktivitas Meningkat, PLN Sudah Jual Listrik 65,42 Terawatt Jam
Ia menilai, melonjaknya tarif listrik ini bakal berdampak pada multiplier effect ekonomi yang luar biasa besar didunia usaha yang akhir-akhir ini mengalami kesulitan karena pandemi COVID-19 serta penurunan daya beli masyarakat.
"Saya menolak keras rencana kenaikan tarif listrik oleh pemerintah ditahun 2022 ini. Karena alasan kenaikan tarif dasar listrik tersebut tidak rasional dan saya menganggap Managemen PLN kurang profesional," ujar BHS dalam keterangan tertulisnya, Kamis (21/4).
Dengan begitu, ia berharap, pemerintah Jokowi membatalkan rencana kenaikan tarif listrik di tahun 2022 dan sengera mengaudit PT. PLN bersama lembaga independen, terutama pada tagihan pembayaran langsung yang dibebankan kepada masyarakat dan dunia usaha yang diduga tidak sesuai dengan tarif yang sebenarnya yaitu 11 sen US/kwh.
Baca Juga
Pasokan Batu Bara Bagi PLTU PLN Hanya Cukup Untuk 15 Hari Operasi
Dirinya pun membandingkan tagihan listrik yang diberlakukan di Indonesia dengan tagihan listrik di negara Jerman. Ternyata dengan penggunaan listrik yang sama dan bahkan lebih besar sedikit di Jerman, tagihan listrik masyarakat Indonesia tidak berbeda jauh dengan di sana.
"Padahal tarif listrik di Jerman masuk peringkat ke-2 tertingi di dunia yaitu 36 sen US/kwh sedangkan di Indonesia tarifnya dikatakan 11 sen US/kwh. Aneh dan ada apa PLN kok mau menaikan tarif dasar listrik, itu perlu dipertanyakan," ungkap BHS
Oleh karena itu, ia meminta lembaga tinggi yang berwenang yaitu BPK, KPK dan Kementerian Keuangan untuk mengkaji dan menyelidiki secara cermat kondisi PT. PLN saat ini.
"Bila setelah dilakukan audit ada ketidak beresan atau pembohongan publik di PLN, maka PLN dan pemerintah yang berwenang terhadap tarif harus bertanggung jawab atas beban biaya yang sudah ditanggung oleh masyarakat dan dunia usaha yang mengakibatkan terpuruknya ekonomi yang ada di Indonesia saat ini," tutupnya. (Asp)
Baca Juga