PKS Usulkan Pemerintah Lakukan Barter Kedelai dengan Batu Bara

Zulfikar SyZulfikar Sy - Jumat, 18 Februari 2022
PKS Usulkan Pemerintah Lakukan Barter Kedelai dengan Batu Bara
Foto arsip. Pekerja membuat tempe di sentra perajin tempe Sanan, Malang, Jawa Timur, Senin (4/1/2021). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

MerahPutih.com - Beberapa hari belakangan ini, masyarakat dihebohkan dengan mahalnya harga kedelai yang berimbas pada biaya produksi tahu dan tempe.

Untuk selesaikan masalah pasokan kedelai ini, anggota Komisi VI DPR Amin AK menyarankan pemerintah untuk melakukan barter antara komoditas kedelai dengan batu bara yang merupakan keunggulan komparatif Indonesia. Menurut dia, hal ini merupakan solusi jangka pendek guna mengatasi persoalan krisis kedelai.

Amin pun menunjuk Tiongkok dan India, dua negara yang menjadi produsen kedelai terbesar keempat dan kelima di dunia sebagai negara tujuan kerja sama barter kedua komoditas tersebut.

Baca Juga:

Kedelai Mahal dan Langka, Pemerintah Diminta Respons Cepat

Paling memungkinkan, kata Amin, pemerintah mengarahkan BUMN produsen batu bara bekerja sama dengan BUMN pangan. BUMN batu bara menjual produksinya dengan cara barter, dan nantinya kedelai yang diperoleh dibeli oleh BUMN pangan untuk mengamankan stok, paling tidak sampai Juli 2022.

Mengapa sampai Juli, ucap dia, karena diperkirakan harga kedelai global mulai Agustus sudah mulai turun. Di sisi lain, produksi dalam negeri bisa digenjot. Kedelai ditanam mulai Maret 2022, kemudian dipanen Juni hingga Juli 2022. BUMN pangan bisa proaktif mengamankan stok kedelai nasional.

“Tiongkok dan India merupakan dua negara konsumen batu bara terbesar di dunia, Statistik global menunjukkan kedua negara ini mengonsumsi 62 persen batu bara dunia. Pada saat bersamaan mereka masuk ke dalam lima produsen terbesar kedelai. Tawaran barter batu bara dengan kedelai, seharusnya jadi opsi yang menarik,” beber Amin.

Lebih lanjut Amin mengatakan, kebijakan pemerintah seharusnya berorientasi untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya. Berbagai cara dan strategi untuk mewujudkan kebijakan pro rakyat, meskipun berliku harus ditempuh demi keberlanjutan usaha rakyat berbasis kedelai.

“Mayoritas produsen tahu dan tempe adalah usaha mikro dan kecil, mereka baru saja pulih setelah dihantam pandemi. Harus ada solusi cepat dan taktis untuk menyelamatkan usaha mereka,” tegas Amin.

Baca Juga:

Waketum PRIMA Minta Jokowi Usut Tuntas Kartel Kedelai

Pemerintah sudah gagal meningkatkan produksi kedelai dalam negeri sesuai janji Presiden Jokowi untuk memenuhi minimal 30 persen kebutuhan kedelai nasional. Alih-alih produksi naik, yang terjadi malah turun dari 300 ribu ton pada tahun 2021 menjadi 200 ribu ton pada tahun 2022 ini, sesuai proyeksi Kementan.

Sementara kebutuhan nasional mencapai 3 juta ton. Sebagai solusi jangka pendek, maka impor dengan model barter komoditas seharusnya diperjuangkan mengingat stok kedelai global menjadi rebutan akibat merosotnya produksi kedelai Brazil dan Argentina yang merupakan produsen terbesar dunia bersama Amerika Serikat.

"Ketiga negara tersebut menghasilkan sekitar 80 persen produksi kedelai dunia," cetus dia.

Sedangkan solusi jangka panjang adalah meningkatkan produksi kedelai dalam negeri dengan kebijakan insentif biaya produksi untuk petani.

Data dari BPS menunjukkan bahwa sekitar 90 persen impor kedelai Indonesia untuk 2020 datang dari Amerika Serikat sejumlah 2.238,5 ton dari total 2.475,3 ton impor kedelai Indonesia. Sebanyak 90 persen kedelai Indonesia berasal dari impor setiap tahunnya. Kanada menjadi negara sumber impor terbesar kedua untuk Indonesia dengan jumlah impor yang mencapai 229,6 ribu ton pada 2020.

Menurut Amin, prioritas saat ini adalah pemulihan ekonomi nasional termasuk menjaga keberlanjutan usaha mikro, kecil, dan menengah yang menyerap 96,92 persen tenaga kerja saat ini. Kementerian Koperasi dan UKM menyebut tenaga kerja di sektor UMKM mencapai 119,6 juta orang.

Adapun total UMKM di Indonesia tercatat sebanyak 65,47 juta unit. Jumlah tersebut mencapai 99,99 persen dari total unit usaha di Indonesia. UMKM menyumbangkan 60,51 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atas harga berlaku. Terhadap PDB atas harga konstan, kontribusi UMKM mencapai 57,14 persen.

“Tunda dulu deh, proyek-proyek ambisius dan bukan prioritas seperti pembangunan ibu kota negara (IKN) baru dan proyek kereta cepat. Ini ada kebutuhan rakyat yang lebih mendesak lho," tutup Amin. (Asp)

Baca Juga:

Pembeli Luar Kota Berdatangan, Kedelai di Pasar Tradisional Yogyakarta Langka

#Batu Bara #Kedelai Impor #Harga Kedelai
Bagikan
Ditulis Oleh

Asropih

Bagikan