PKS Kritik Pemerintah Dianggap Reaksioner Tangani Terorisme

Eddy FloEddy Flo - Senin, 11 Juni 2018
PKS Kritik Pemerintah Dianggap Reaksioner Tangani Terorisme
Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih (Foto: dpr.go.id)

MerahPutih.Com - Reaksi cepat pemerintah dalam menangani terorisme di Tanah Air mendapat kritikan dari politikus PKS Abdul Fikri Faqih. Sikap pemerintah yang dinilai buru-buru mendesak DPR mengesahkan UU Antiterorisme bukanlah kebijakan yang tepat dalam mengatasi aksi teror.

Abdul Fikri Faqih yang juga Wakil Ketua Komisi X DPR itu mengharapkan agar pemerintah tidak mengambil kebijakan yang reaksioner dalam menanggulangi radikalisme dan terorisme. Sebab, kebijakan seperti itu harus presisi, terukur dan tepat.

"Terorisme, isme, itu kan paham. Terbentuk dari proses yang panjang sehingga kita juga perlu memahami penyelesaiannya juga merupakan proses yang panjang," kata Abdul Fikri Faqih dalam rilis yang diterima, Minggu (10/6).

Politikus PKS Abdul Fikri Faqih
Politikus PKS Abdul Fikri Faqih (Foto: pksejahtera.go.id)

Politisi PKS asal Sampit itu juga tidak setuju mengenai adanya wacana untuk mendata nomor seluler dan akun media sosial mahasiswa dan dosen, yang dinilai adalah langkah reaksioner yang tidak perlu dilakukan.

Ia mengingatkan saat ini ada sekitar 7,5 juta mahasiswa, 300 ribu dosen dan 200 ribu tenaga kependidikan di seluruh Indonesia sehingga ada sekitar 8 juta yang mesti diawasi.

"Tentu berat sekali untuk mengawasi itu semua. Padahal Kemenristekdikti masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan terkait pendidikan tinggi di negeri ini," jelasnya.

Faqih sebagaimana dilansir Antara sepakat bahwa untuk menangkalnya, perlu dilakukan langkah yang sistematis dan menyentuh konsep pendidikan, mengingat pendidikan merupakan proses yang membentuk pengetahuan dan paham dalam diri seseorang.

Untuk itu, ujar dia, perlu adanya rancangan besar pendidikan yang memadai sehingga tidak selalu bila ganti pemerintaha akan mengganti kurikulum.

Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan penelusuran terhadap media sosial milik mahasiswa yang terduga terpapar paham radikal merupakan salah satu cara menangkal radikalisme dan terorisme "Itu hanya berbagai cara, di antaranya itu. Medsos kita cari, harus terhindar dari semuanya. Jangan sampai tidak," ujar Nasir di Jakarta, Kamis (7/6).

Dampak teror bom di Surabaya
Petugas pemadam kebakaran melakukan pembasahan di lokasi ledakan di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), Surabaya, Jawa Timur (ANTARA FOTO/Moch Asim)

Menristekdikti mengatakan penelusuran terhadap media sosial dilakukan bekerjasama dengan Kementerian Kominfo. Jika terbukti media sosial mahasiswa bersangkutan berkaitan paham radikal maka akan ditelusuri dan dilakukan diskusi dengan mahasiswa tersebut.

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Mahyudin meminta universitas lebih proaktif dalam pengawasan kegiatan kemahasiswaan di kampusnya agar tidak terkontaminasi paham-paham radikalisme.

"Di setiap universitas itu ada bidang kemahasiswaan, mereka harus lebih proaktif melakukan pengawasan atas kegiatan-kegiatan kemahasiswaan agar tidak terkontaminasi atau disusupi faham radikalisme," kata Wakil Ketua MPR Mahyudin usai melakukan sosialisasi empat pilar di Bontang, Kaltim, Rabu (6/6).

Mahyudin mengakui bahwa mahasiswa sebagai orang muda memang sangat rentan atas pengaruh-pengaruh seperti itu, antara lain karena sifat anak muda sangat bersemangat dan reaktif sehingga kadang tidak berpikir panjang.(*)

Baca berita menarik lainnya dalam artikel: PAN Bakal Serius Ajukan Amien Rais Sebagai Capres

#PKS #Terorisme #Radikalisme #UU Terorisme
Bagikan
Ditulis Oleh

Eddy Flo

Simple, logic, traveler wanna be, LFC and proud to be Indonesian
Bagikan