PKIP Sebut Petani dan Santri Penyelamat Bangsa

Noer ArdiansjahNoer Ardiansjah - Sabtu, 29 Juli 2017
PKIP Sebut Petani dan Santri Penyelamat Bangsa
Ketua Pusat Kajian Ideologi Pancasila (PKIP) Ashoka Siahaaan (tengah) dalam diskusi Seminar Ketahanan Ideologi dan Hidup Berbangsa. (Istimewa)

MerahPutih.com - Situasi kehidupan tani di Indonesia selalu dimarjinalkan. Sangat ironis melihat sebagian kehidupan bangsa yang agraris justru bisa lebih maju pada zaman kolonial yaitu zaman Hindia Belanda dari sudut keunggulan komoditas tani berskala besar dan dunia seperti karet, kopi, tembakau, kapuk, kopra, dan sebagainya.

Ketua Pusat Kajian Ideologi Pancasila (PKIP) Ashoka Siahaaan memaparkan bahwa Indonesia pernah mengalami krisis terbesar yaitu krismon dan reformasi. Meski demikian, lembaga tani dan pesantren tetap mampu bertahan.

"Ini sudah bisa dikatakan sebagai modal utama bagi para santri untuk menyatakan dirinya sebagai penyelamat cita-cita kemandirian bangsa dan tidak berutang seperti pengusaha-pengusaha kelas kakap yang menyeret perekonomian rakyat dan bangsa dalam keterpurukan dan kesenjangan besar," kata Ashoka dalam keterangan tertulisnya yang diterima merahputih.com di Jakarta, Jumat (28/7).

Dia menjelaskan, santri mampu bertahan menghadapi gejolak krisis nasional dan global. Tetapi, kata Ashoka, apakah nasibnya akan bertahan saja, tidak mampu berkemajuan menghadapi berbagai tantangan yang akan lebih besar dan berat.

"Sampai hari ini cerita marhaen masih tertindas dan tertinggal, serta harus masih berjuang dengan ideologi kemandirian ekonomi," kata dia.

Dengan ini, menurut Ashoka, menjadi keharusan para santri tetap menguatkan dan menyiapkan diri beserta pengorganisasiannya dengan ideologi kebangsaan dan karakter yang akan menentukan nasibnya kedepan.

Saat ini, tidak ada yang meragukan beban menjadi tantangan mulai dari KUD, Bulog, Kredit Tani, PNPM, dan sekarang ini adalah Bumdes.

Sementara, semua bentuk lembaga ini bergulir menjadi lembaga-lembaga aksesoris, bergulir pula persoalan yang rumit seperti alih fungsi lahan, perubahan iklim, perubahan kearifan lokal tani, pemasaran, dan diperparah dengan soal nilai tukar tani, serta para penyuluh tani yang 'adem ayem' .

"Ke mana kita harus pergi, dan orientasi apa yang menjadi pegangan para petani terutama generasi muda yang sepertinya sudah berada pada titik subsisten dan sulit bergerak untuk inovatif apalagi untuk berorganisasi dan berdisplin sosial," katanya.

"Kehidupan adalah tani dan tani adalah kehidupan. Dengan ideologi dan karakter bisa menguatkan persatuan. Keharusan dan kenyataan harus berjalan searah dan seiring bagi santri dan tani," tandasnya. (*)

#Serikat Petani Indonesia #Santri
Bagikan
Ditulis Oleh

Noer Ardiansjah

Tukang sulap.
Bagikan