MerahPutih.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan tajinya dalam memberantas korupsi. Hal itu terlihat dari langkah lembaga antirasuah yang telah menjerat dua pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kabinet Indonesia Maju dalam 10 hari terakhir.
Pada Rabu (25/11), KPK menangkap dan menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur.
Baca Juga
Kemudian pada Minggu (6/12), KPK menjerat Menteri Sosial Juliari P. Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait bantuan sosial (bansos) penanganan COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron berharap jeratan hukum terhadap Edhy Prabowo dan Juliari Batubara menjadi peringatan terakhir bagi para penyelenggara negara untuk tidak melakukan korupsi. Tak terkecuali kepala daerah dan menteri.
“Kami berharap ini adalah yang terakhir. Jangan ada lagi yang masih melakukan korupsi karena KPK akan menegakkan hukum secara tegas,” kata Ghufron saat dikonfirmasi, Minggu (6/12).
Lembaga yang dikomandoi Firli Bahuri itu tak segan terus menjerat para penyelenggara negara, termasuk menteri maupun kepala daerah yang masih membandel.

Bukan tanpa sebab hal itu ditegaskan Ghufron. Pasalnya, KPK yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002 merupakan wujud komitmen bangsa Indonesia memberantas korupsi yang telah menjauhkan pembangunan dari cita-cita bangsa, yakni adil dan makmur.
Untuk itu, KPK berkomitmen menjalankan amanah dengan memberantas korupsi tanpa pandang bulu.
“Karena itu KPK berkomitmen untuk amanah trerha tugas tersebut untuk memberantas korupsi, di hadapan hukum setiap warga adalah sama baik itu bupati, wali kota atau pun menteri adalah setiap orang sebagai subyek hukum,” tegas Ghufron.
Dalam kasus dugaan suap perizinan ekspos benur, KPK telah menetapkan 7 tersangka. Ketujuh tersangka itu yakni, Edhy Prabowo, dua Staf khusus Edhy, Andreau Pribadi Misanta dan Safri; Siswadi selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo; Ainul Faqih selaku Staf istri Menteri KP; dan Amiril Mukminin selaku pihak swasta serta Suharjito selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama.
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp 10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Sementara untuk kasus dugaan suap terkait bansos KPK telah menetapkan lima orang tersangka. Selain Juliari, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya. Mereka yakni, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos serta dua pihak swasta Ardian IM dan Harry Sidabuke.
Juliari bersama Adi dan Matheus diduga menerima suap senilai sekitar Rp 17 miliar dari Ardian dan Harry selaku rekanan Kememsos dalam pengadaan paket bansos untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020. (Pon)
Baca Juga
Dua Menteri Jadi Tersangka Korupsi, Bukti Jokowi Salah Pilih Anak Buah