Headline
Pimpinan KPK Nilai Pernyataan Bambang Widjojanto Soal Rezim Korup Keliru
MerahPutih.Com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang buka suara menanggapi pernyataan Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW).
BW yang juga mantan Komisioner KPK membuat pernyataan soal rezim korup saat mengantar berkas permohonan gugatan sengketa Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (24/5). Saat itu, Bambang berharap MK tidak menjadi bagian dari rezim yang korup.
Saut menilai, ada tiga indikator yang bisa menjadi acuan untuk mengukur apakah rezim saat ini korup. Pertama, melalui Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Jika ditilik dari IPK, pernyataan BW keliru, pasalnya IPK Indonesia mengalami kenaikan. Artinya ada penurunan angka korupsi di Indonesia.
"Kalau pakai indikator Corruption Perception Indeks (CPI), maka Indeks NKRI menunjukan naik dari tahun ke tahun, yang artinya ada penurunan korupsi itu jelas, jadi dari sisi ini saja sudah terjawab," kata Saut saat dikonfirmasi wartawan, Senin (27/5).
Kemudian, kata Saut, jika penilaian rezim saat ini korup karena banyaknya Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), maka ada beberapa indikator juga yang perlu diperhatikan. Sembilan lembaga internasional sudah menetapkan indikator tersebut.
"Indikator korupsi yang dinilai oleh 9 lembaga international itu kompleks pada banyak hal antara lain, soal disiplin ASN/PNS, dana publik, hakim, jaksa, polisi, TNI, Partai Politik, bagaimana Indonesia melaksanaan Pemilu, seperti apa penagihan Pajak dan Cukai, pelayanan publik," jelas dia.
Menurut Saut, wajar saja jika sebagian kalangan menganggap perubahan di sejumlah lembaga masih belum optimal. Namun, lanjut Saut, saat ini terdapat perubahan di beberapa lembaga sejak empat tahun terakhir.
"Walau masih bolong-bolong dan KPK terus mencoba mencari pembolong pembolong itu bersama pemerintah," imbuhnya.
Saut menjelaskan indikator terakhir untuk menyimpulkan bahwa rezim saat ini korup. Yakni, dengan penilaian Variaties Democracy V-Dem milik Transparancy International (TI).
"Jadi kalau memakai indikator V-Dem maka seperti apa penyelenggara dan parpol sebagai peserta melaksanakan Pemilu (seperti apa egalitarian dari peserta pemilu, panitia yang perform, tingkat partisipasi, deliberative, kebebasan hak pilih dll), maka akan jelas lah dibagian mana yang harus kita benahi agar korupsi bisa signifikan menurun dengan kecepatan optimum pada tahun tahun mendatang," pungkas Saut.
BACA JUGA: Keponakan Prabowo Minta Komnas HAM Usut Tuntas Dugaan Pelanggaran HAM Saat Aksi 22 Mei
Dirut Pertamina Mangkir dari Pemeriksaan KPK
Sebelumnya, Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga yang juga mantan Komisioner KPK, Bambang Widjojanto menyinggung perihal rezim yang korup. Hal itu diungkapkan BW saat mendaftarkan gugatan hasil rekapitulasi pengilhitungan suara Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Semoga MK bisa menempatkan dirinya menjadi bagian penting di mana kejujuran dan keadilan harus menjadi watak dari kekuasaan dan bukan justru menjadi bagian dari satu sikap rezim yang korup," kata Bambang.
Hal itu tertuang juga dalam berkas permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) , khususnya pada bab Pokok Permohonan. Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga menyampaikan bahwa MK berfungsi mengawal kedaulatan rakyat dan tegaknya demokrasi. Karena itu, mereka berharap MK dapat menilai kecurangan dalam pemilu dengan adil.(Pon)