Merawat Ingat

Petisi 50 yang Berujung Pencekalan

P Suryo RP Suryo R - Kamis, 05 Mei 2022
Petisi 50 yang Berujung Pencekalan
Petisi 50 adalah dokumen yang isinya memprotes penggunaan filsafat negara Pancasila oleh Presiden Suharto terhadap lawan-lawan politiknya. (Foto: Boombastis)

DI masa tuanya, perlakuan tidak menyenangkan terjadi pada Jenderal TNI Abdul Haris Nasution saat suasana duka di kediaman T.B. Simatupang. Kala melayat mantan koleganya Jenderal T.B. Simatupang yang wafat pada 1 Januari 1990. Dilansir dari laman Historia, saat itu Jendral A.H. Nasution secara kasar didorong ke luar ruangan jenazah oleh para pengawal Suharto. Waktu itu, Presiden Soeharto memang akan tiba juga untuk melayat.

Perlakuan tak pantas tersebut tak akan terjadi andai nama Nasution tak tercatat dalam Petisi 50, kelompok oposisi yang mengoreksi pemerintah Orde Baru. Nasution tak sendirian, sejumlah jenderal purnawirawan yang tergabung di dalamnya mendapat perlakuan yang kurang lebih serupa.

Petisi 50 adalah dokumen yang isinya memprotes penggunaan filsafat negara Pancasila oleh Presiden Suharto terhadap lawan-lawan politiknya. Petisi ini diterbitkan pada 5 Mei 1980 di Jakarta sebagai sebuah 'Ungkapan Keprihatinan' dan ditandatangani oleh 50 orang tokoh terkemuka Indonesia.

Para tokoh termasuk mantan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution, mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso, mantan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Ali Sadikin, serta mantan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap, Pemuda Piliran Tarsidi Carok dan Mohammad Natsir.

Baca Juga:

Magelang, Salah Satu Kota Tertua di Indonesia

petisi
'Ungkapan Keprihatinan' dan ditandatangani oleh 50 orang tokoh terkemuka Indonesia. (Foto: PWMU.CO)

Yang melatarbelakangi petisi 50 ini dengan maksud menghindarkan ancaman-ancaman ideologis dari kiri (yaitu komunisme) dan kanan (yaitu Islam politik), pada 1978 pemerintah Orde Baru mengeluarkan instruksi yang mengharuskan dijadikannya Pancasila sebagai mata pelajaran wajib di departemen-departemen pemerintahan, sekolah-sekolah, dan tempat-tempat kerja.

Para penandatangan petisi ini juga menyatakan bahwa Presiden telah menganggap dirinya sebagai pengejawantahan Pancasila, bahwa Suharto menganggap setiap kritik terhadap dirinya sebagai kritik terhadap ideologi negara Pancasila. Suharto menggunakan Pancasila sebagai alat untuk mengancam musuh-musuh politiknya. Suharto menyetujui tindakan-tindakan yang tidak terhormat oleh militer, sumpah prajurit diletakkan di atas konstitusi dan bahwa prajurit dianjurkan untuk memilih teman dan lawan berdasarkan semata-mata pada pertimbangan Suharto.

Petisi ini dibacakan di depan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 13 Mei 1980 dengan maksud untuk meyakinkan para wakil rakyat agar meminta penjelasan dari Presiden. Delegasi yang menghadap para wakil rakyat ini dipimpin oleh Mayjen. (purn.) Dr. Azis Saleh. Pada 3 Juli 1980, 19 anggota DPR mengajukan sebuah dokumen yang memuat dua pertanyaan kepada Presiden.

Mereka bertanya apakah presiden setuju bahwa Ungkapan Keprihatinan itu memuat masalah-masalah penting yang patut mendapatkan perhatian dari semua pihak, khususnya dari DPR dan pemerintah, dan apakah rakyat Indonesia patut mendapatkan penjelasan yang menyeluruh.

Ketua DPR menyampaikan kepada wartawan bahwa menurut pendapatnya, tanggapan ini telah cukup memberikan perhatian kepada ke-19 anggota DPR itu, dan telah memperlihatkan rasa hormat kepada DPR.

Karena pemerintah menguasai semua komisi, wacana publik yang sungguh-sungguh pun ditutup begitu saja dan status quo 'Orde Baru' yaitu dwifungsi, kesatuan Golkar dan ABRI, serta keutamaan Pancasila ditegaskan kembali.

Suharto kemudian mencabut hak-hak perjalanan para kritikusnya dan melarang koran-koran menerbitkan foto-foto mereka atau mengutip pernyataan-pernyataan mereka. Para anggota kelompok ini tidak dapat memperoleh pinjaman bank dan kontrak-kontrak. Soeharto menyatakan, "Saya tidak suka apa yang dilakukan oleh yang disebut Petisi 50 ini. Saya tidak suka cara-cara mereka, terlebih lagi karena mereka menyebut diri mereka patriot". (DGS)

Baca Juga:

Dunia Musik Tanah Air Berduka Saat Glenn Fredly Pergi

#Merawat Ingat
Bagikan
Ditulis Oleh

P Suryo R

Stay stoned on your love
Bagikan