Pertanda Anak Menjadi Korban Bully

Muchammad YaniMuchammad Yani - Rabu, 14 Juli 2021
Pertanda Anak Menjadi Korban Bully
Jangan lengah saat anak menjadi korban bully. (Foto: Pixabay: geralt)

KASUS bullying atau perundungan pada anak usia remaja memang kerap terjadi bahkan hingga saat ini. Meskipun kampanye soal kesehatan mental dan anti perundungan sudah nyaring disuarakan oleh masyarakat, rupanya pelaku bullying tetap ada di mana pun kamu berada. Sekolah yang seharusnya menjadi rumah kedua bagi anak hanya akan menjadi mimpi buruk belaka baginya jika pelaku bully tidak segera ditindak tegas oleh kepala sekolah.

Menurut researchgate.net, sebanyak 20,6 persen siswa Indonesia berusia 13-17 tahun mengalami kasus perundungan di sekolah. Sayangnya pada kebanyakan kasus, korban tidak berani melaporkan ke pihak sekolah atau terus terang ke orangtuanya sendiri hanya karena diancam oleh si pelaku. Seringkali pihak sekolah disalahkan karena dianggap tidak menindak tegas kasus bullying. Padahal karena minimnya laporan, sekolah kesulitan untuk mengusut kasus tersebut. Bagaimana cara mengetahui jika anak menjadi korban perundungan?

Baca juga:

3 Alasan Mandi Jadi Trik Parenting yang Efisien pada Balita

1. Jadi pendiam

Anak tidak minat berinteraksi dengan teman sebaya. (Foto: Pixabay: RyanMcGuire)
Anak tidak minat berinteraksi dengan teman sebaya. (Foto: Pixabay: RyanMcGuire)

Sejatinya anak remaja yang tidak memiliki luka trauma di dalam hatinya pasti periang dan senang berinteraksi dengan banyak orang. Usia remaja adalah masa emas saat anak belajar bersosialisasi dengan orang lain. Kamu bisa melihat dampak perundungan dari karakter anak remaja yang tiba-tiba berubah menjadi pendiam. Rasa takut yang amat besar terhadap teman sebaya yang menjadi pelaku perundungan akan membuat anak menjadi pendiam dan kesulitan bicara.

2. Emosi meledak

Kondisi emosional tak terkendali. (Foto: Pixabay: Mandyme27)
Kondisi emosional tak terkendali. (Foto: Pixabay: Mandyme27)

Ada juga anak yang berusaha menutupi masalah yang sedang dihadapinya dengan tetap terlihat ceria di depan orangtuanya. Tapi kondisi emosional tidak pernah berbohong. Anak remaja tidak mungkin tiba-tiba meledakkan emosi hanya karena masalah sepele jika bukan karena selama ini memendam rasa sakit hati. Meskipun selama ini tidak ada masalah di antara orangtua dan anak, mereka tetap bisa meledakkan amarah jika ada “gesekan” sedikit dengan orangtua. Hal ini disebabkan oleh rasa trauma yang sudah terlalu lama dibendung. Anak merasa kecewa dan murka jika ada orang lain yang tidak memahami dirinya.

Baca juga:

Hati-hati Terjebak Dalam Pola Asuh Hyper-Parenting

3. Sulit tidur di malam hari

Anak mengalami insomnia: (Foto: Pixabay: Elf-Moondance)
Anak mengalami insomnia: (Foto: Pixabay: Elf-Moondance)

Insomnia kerap menyerang mereka yang mengalami depresi. Kasus perundungan sudah pasti menyebabkan anak remaja depresi dan putus asa. Seharusnya yang menjadi fokus anak remaja adalah pencarian jati diri dan pengalaman hidup. Tapi karena dirundung oleh teman sebaya, isi pikirannya hanya lah ketakutan dan rasa cemas. Akibatnya anak tidak bisa tidur di malam hari. Coba lah sesekali diam-diam periksa kamar tidur anak. Jika anak kerap mengalami insomnia, segera ajak dirinya bicara dari hati ke hati.

4. Pura-pura sakit

Banyak alasan untuk tidak pergi ke sekolah. (Foto: Pixabay: OpenClipart-Vectors)
Banyak alasan untuk tidak pergi ke sekolah. (Foto: Pixabay: OpenClipart-Vectors)

Coba perhatikan baik-baik. Apakah anakmu kerap mengeluh sakit kepala dan sakit perut? Atau bahkan pura-pura sakit agar tidak pergi ke sekolah? Coba tanyakan apakah anak benar-benar sakit atau hanya mencari alasan saja karena takut bertemu dengan para pelaku bully? Jangan langsung emosi dan memarahi anak jika anak ketahuan pura-pura sakit. Orangtua harus menjadi tempat pertama anak dalam mencurahkan isi hati. (mar)

Baca juga:

Orangtua Bisa Jadi Pelaku Perundungan, Kenapa?

#Parenting #Kesehatan
Bagikan
Ditulis Oleh

Muchammad Yani

Lebih baik keliling Indonesia daripada keliling hati kamu
Bagikan