MENSTRUASI acap diibaratkan seperti tamu tak diundang. Meski sudah dicatat sekalipun, kadang ada saja waktu ketika tamu bulanan itu datang mendadak. Tentu tidak menjadi masalah jika kamu kebetulan sedang berada di rumah. Namun, kebayang enggak sih mendadak 'dapet' ketika sedang bepergian? Wah, pasti panik banget banget deh. Hal yang terjadi kemudian ialah kerepotan mencari pembalut. Nah, masalah itulah yang mau diselesaikan di Skotlandia.
Seperti dilaporkan BBC, 'period poverty' ternyata jadi masalah besar di Skotlandia. Istilah itu mengacu pada kondisi ketika seseorang yang memiliki keterbatasan finansial akhirnya tidak mampu membeli maupun mengakses kebutuhan pembalut dan tampon. Padahal, rata-rata menstruasi berlangsung selama lima hari.
BACA JUGA:
Perempuan bisa menghabiskan biaya 8 pound sterling (Rp150 ribu) dalam sebulan hanya untuk kebutuhan sanitasi. Sebuah survei yang dilakukan Young Scot terhadap lebih dari 2.000 orang menemukan data bahwa ternyata satu dari empat responden di sekolah atau universitas kesulitan mengakses produk sanitasi menstruasi.
Melihat masalah tersebut, Parlemen Skotlandia akhirnya bertindak. Pada Selasa (24/11), mereka melakukan pemungutan suara mengenai masalah penyediaan pembalut gratis di toilet umum. Untungnya hasil pemungutan suara mendukung penuh RUU Produk Menstruasi yang sudah dikampanyekan sejak beberapa bulan terakhir. "Tidak mudah untuk mencapai kesuksesan ini tetapi bersama kita bisa. Hari bersejarah untuk Skotlandia," tutur Monica Lennon, anggota parlemen yang pertama kali memperkenalkan RUU ini setahun lalu.

Dengan RUU tersebut, pemerintah Skotlandia akan mengalokasikan 8,7 juta pound sterling atau setara dengan Rp163,9 juta per tahun untuk menyediakan produk kesehatan tersebut. Langkah ini jelas jadi sebuah pencapaian luar biasa. Sejumlah pihak, seperti kelompok kesetaraan dan hak perempuan serta politisi langsung angkat bicara. "Bangga untuk memilih undang-undang yang inovatif ini, menjadikan Skotlandia negara pertama di dunia yang menyediakan produk menstruasi gratis untuk semua yang membutuhkannya. Kebijakan ini penting untuk wanita dan anak perempuan," cuit Menteri Pertama Skotlandia, Nicola Sturgeon melalui akun Twitternya.
Nantinya fasilitas publik seperti sekolah dan universitas dituntut untuk menyediakan pembalut dan tampon di toilet. Kedua benda penting bagi perempuan itu akan selalu disediakan seperti halnya tisu.

Mengutip Cosmo PH, period poverty sebenarnya merupakan sebuah isu global yang harus diselesaikan. Sebab hal ini memengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Banyak yang beranggapan produk sanitasi hanyalah hal biasa. Padahal di luar sana akses terhadap pembalut, edukasi mengenai kebersihan menstruasi, fasilitas, dan manajemen pembuangannya masih minim. Belum lagi harga mahal yang harus dikeluarkan perempuan setiap bulannya.
"Ini akan membuat perbedaan besar bagi kehidupan wanita dan anak perempuan serta semua orang yang mengalami menstruasi," jelas Lennon. Pembicaraan mengenai RUU ini jelas jadi kemajuan besar karena otoritas lokal sudah memberikan setiap orang kesempatan untuk mendapatkan haknya. "Ini adalah pesan penting di tengah pandemi global bahwa kita masih dapat menempatkan hak-hak perempuan dan anak-anak perempuan di bagian atas agenda politik," tambahnya.(Sam)
BACA JUGA: