Perjalanan Sejarah Berdirinya Masjid Pathok Negoro Plosokuning

Eddy FloEddy Flo - Jumat, 01 April 2016
Perjalanan Sejarah Berdirinya Masjid Pathok Negoro Plosokuning
Masjid Pathok Negoro menjadi saksi penyebaran dan perkembangan Islam di Yogyakarta (Foto: MP/Fredy Wansyah)

MerahPutih Budaya - Masjid-masjid Pathok Negoro yang ada di bawah naungan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan wujud kebijaksanaan Sri Sultan HB I. Termasuk Masjid Patok Negoro Plosokuning, di Minomartani, Ngaglik, Sleman, DI Yogyakarta.

Masjid Pathok Negoro dibangun pada 1724, oleh Kyai Mursodo. Kyai Mursodo merupakan anak dari saudara Sri Sultan HB I, Kyai Nur Imam. Di internal keluarga, sebelum menetapkan diri memilih mendalami ilmu agama, Kyai Nur Imam sempat ditawari menjabat sebagai pucuk kerajaan. Akhirnya ia memilih menetap di daerah Mlangi untuk belajar agama. Kyai Nur Imam lantas memiliki anak, bernama Kyai Mursodo.

Nama "Plosokuning" diambil dari nama pohon, yakni Ploso. Letaknya tidak jauh dari tempat didirikannya masjid. Hanya sekira 300 meter. Pada saat itu, dedaunan di pohon tersebut banyak yang berwarna kuning. Dari sanalah kemudian nama masjid tersematkan, "Plosokuning".

Masjid Pathok Negoro tampak seperti bangunan klasik yang berdiri lengkap dengan desain yang menarik (Foto: MP/Fredy Wansyah)

Fungsi Masjid Pathok Negoro Plosokuning tak ubahnya masjid-masjid Pathok Negoro lainnya. Selain tempat ibadah umat Islam, juga berfungsi untuk tempat pengadilan serta penyebaran agama Islam.

Tak lama setelah berdirinya masjid, kawasan sekitarnya menjadi tempat tinggal santri. Secara fisik, tidak ada banguan pondok pesantren, hanya saja memang dijadikan untuk tinggal para santri. Bahkan, saat ini kawasan sekitar Plosokuning ada yang menyebut sebagai "Kampung Pesantren".

Masjid Plosokuning merupakan satu-satunya masjid patok negoro yang masih tampak utuh keaslian bangunannya sejak awal pendiriannya. Hanya ada beberapa elemen banguan saja yang diganti, yakni lantai plesteran dan atap. Pada tahun 1956, atap masjid diganti dari atap sirap menjadi genteng. Lalu pada 1976, lantai plesteran direnovasi menjadi lantai tegel.
Saat merahputih.com mengunjungi Masjid Plosokuning, Kamis (31/3), memang fisik bangunannya tampak klasik. Itu menunjukkan keutuhan fisik bangunan secara keseluruhan masih tetap terjaga hingga saat ini.(fre)

BACA JUGA:

  1. Masjid Luar Batang Dan Tragedi Mbah Priok
  2. Wisata Religi di Masjid Kauman Yogyakarta
  3. Menelusuri Sejarah Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta
  4. Di Masjid Gede Keraton, Warga Saksikan Gerhana dan Salat
  5. Masjid Pacinan Tinggi Jejak Muslim Tionghoa masa Kesultanan Banten
#Masjid #Bangunan Bersejarah #Keraton Yogyakarta
Bagikan
Ditulis Oleh

Eddy Flo

Simple, logic, traveler wanna be, LFC and proud to be Indonesian
Bagikan