KEBIJAKAN Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa-Bali, telah berlaku sejak tanggal 3 Juli hingga 20 Juli 2021. Kebijakan tersebut diambil guna menekan angka penyebaran COVID-19 belakangan kian meningkat drastis.
Terkait kebijakan tersebut, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) memberikan dukungan dan harapan agar kebijakan tersebut berjalan lancar dan efektif.
Baca Juga:

"Kami mendukung PPKM Darurat karena situasinya saat ini memang lagi berat. Kasus positif (COVID-19) meningkat cepat, ditambah dengan ketersediaan rumah sakit dan tabung oksigen menipis, ini (PPKM Darurat) sesuatu harus dilakukan," tutur Sekretaris Jendral PHRI Pusat Maulana Yusran, seperti yang dikutip dari laman Antara.
Selain itu, Yusran juga menambahkan, pihaknya berharap pelaksanaanya harus efektif. PPKM tentu butuh pengorbanan dan dampak sosialnya sangat besar. Dengan begitu, harus benar-benar terjaga efektivitas pelaksanaannya.
Yusran juga berharap pemerintah mampu memberikan insentif atau kompensasi dari kebijakan tersebut, khususnya para pelaku di sektor perhotelan dan restoran. Imbasnya, akan ada pembatasan okupansi, pembiayaan, penyerapan tenaga kerja, sementara permintaan rendah.
Yusran menjelaskan ada sedikitnya empat hal seharusnya jadi perhatian, dan tidak terhindarkan bagi kedua sektor di level bertahan tersebut.
Kompensasi diharapkan salah satunya berkaitan dengan pajak daerah. Yusran menegaskan, pada semester kedua ini, ada jatuh tempo di Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) nilainya besar.
Baca Juga:
Agar Anak Tak Bosan #DirumahAja, Ikuti Tips Ampuh Ini

Baginya, tahun 2021 merupakan tahun berat. Pendapatan minim dengan mobilitas ditahan, dengan begitu, otomatis cara bertahan di sektor perhotelan dan restoran menjadi rumit. Yusran berharap adanya toleransi PBB. Hal tersebut harus dipertimbangkan karena menyangkut keberlangsungan di sektor perhotelan.
Poin-poin lainnya juga berkaitan, antara lain masalah perbankan, listrik, dan tenaga kerja. Khususnya tenaga kerja, Yusran menilai hal tersebut paling penting.
"Dengan tidak bisanya kita beroperasi, tenaga kerja tidak bisa dapat uang. Seperti apa nasib mereka, karena tentu mereka tidak bisa bertahan hanya dengan andalkan tabungan," kata Yusran.
Yusran menuturkan, sejak pandemi, tenaga kerja hotel dan restoran kerjanya tidak penuh atau full time, lebih seperti kerja harian. Misalnya, bila mereka kerja, baru dibayar.
"Bisa juga ini menjadi pertimbangan pemerintah. Banyak tersendat-sendat untuk membayar, karena situasi usahanya sedang tidak bagus. Kompensasi ini sangat diharapkan, karena ini tidak mudah," ucapnya. (Ryn)
Baca Juga: