MerahPutih.com - Dittipidsiber Bareskrim Polri membongkar kasus peretasan kartu kredit untuk pembayaran digital oleh dua warga negara Indonesia (WNI) berinisial SB dan DK.
Keduanya meretas kartu kredit untuk membeli barang-barang elektronik lalu dijual kembali.
"SB ditangkap di Jepang, dan DK ditangkap di Yogyakarta," katanya kepada wartawan di Mabes Polri, Selasa (8/8).
Baca Juga:
Bareskrim Mulai Selidiki Peretasan BSI
Pengungkapan ini bermula dari penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian Jepang, atas laporan delapan warganya yang menjadi korban peretasan kartu kredit oleh kedua tersangka.
Vivid menjelaskan, dalam melakukan ekses ilegal tersebut, pelaku menggunakan hacking tools yang diperoleh dari laman 16shop, salah satu penyedia hacking tools yang cukup populer di dunia peretasan.
Kasus serupa pernah ditangani oleh Dittipidsiber Bareskrim Polri pada tahun 2021 dan 2022 dengan korban para pemilik akun Apple, Amazon, Paypal, Cashapp dan American Express dengan kerugian total mencapai Rp 128 miliar dengan korban tersebar di 70 negara.
Hacking tools ini, kata Vivid, merupakan kode (script) yang dapat digunakan untuk meretas akun pembayaran elektronik internasional, hingga kartu kredit yang beroperasi di seluruh dunia.
"Kode tersebut digunakan oleh para peretas untuk mengambil data pribadi pemilik akun mulai data nomor kartu kredit, email, kata sandi, KTP/NIK, paspor, nomor telepon, dan data pendukung lainnya," papar Vivid.
Para pelaku melakukan akses ilegal dalam pembelian barang-barang elektronik secara daring di Jepang dengan korban para pemilik akun marketplace B-Stock dan Tsukumo Netshop yang menimbulkan kerugian kurang lebih Rp 1,6 miliar.
Perbuatan tersebut dilakukan oleh kedua pelaku rentang waktu 2016 sampai dengan 2021.
Para pelaku menggunakan hasil pencurian data dan info korban tersebut untuk melakukan aktivitas belanja di marketplace.
"Barang hasil kejahatan tersebut kemudian dijual oleh tersangka SB, kemudian sebagian uang hasil penjualan tersebut dikirimkan ke tersangka DK di Indonesia," ungkap Vivid.
Baca Juga:
Polda Metro Serahkan Bola Panas Kasus Rocky Gerung ke Bareskrim
Pelaku SB dan DK merupakan teman lama yang pernah bekerja sebagai disc jockey (DJ) di Bali. Kemudian, SB pindah kerja di Jepang sebagai chef, sedangkan DK masih di Indonesia.
DK merupakan otak dari pelaku kejahatan sedang SB yang berada di Jepang ditugaskan oleh DK untuk mengaktifkan komputernya di Jepang, setelah aktif dikendalikan oleh DK.
"Tujuannya untuk mengelabui. Otak pelaku kejahatan ada di Indonesia, sedangkan komputer untuk meretas akses ada di Jepang. Setelah membobol akses pelaku belanja di marketplace," tutur Vivid.
Pelaku terungkap karena salah satu barang belanjaan selain dikirim melalui pos juga pernah dikirim ke alamat SB di Jepang.
Sehingga, kepolisian Jepang berhasil penangkap pelaku pertama, kemudian terungkap ada pelaku lain berinisial DK di Indonesia.
Atas perbuatannya, para pelaku diproses hukum terpisah, SB ditangani oleh kepolisian Jepang, sedangkan DK ditangani Bareskrim Polri.
DK dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 46 ayat (1), (2), (3) juncto Pasal 30 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang ITE berupa ilegal akses dengan ancaman hukuman pidana maksimal delapan tahun serta denda Rp 800 juta.
Kemudian Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang ITE terkait modifikasi informasi dan dokumen elektronik, ancaman hukum delapan tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.
Penyidik juga menjerat dengan Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 UU ITE terkait manipulasi seolah-olah autentik dengan ancaman paling lama 12 tahun dan denda Rp 12 miliar.
Penyidik juga mengenakan Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan ancaman lima tahun pidana penjara.
Adapun tersangka mengaku perbuatan itu dilakukannya karena motif ekonomi. (Knu)
Baca Juga:
Geledah Ponpes Al Zaytun, Bareskrim Sita 31 Barang Bukti