MerahPutih.com - Defisit fiskal dan rasio utang Indonesia diklaim masuk dalam kelompok yang cukup baik di dunia. Pemerintah selama masa pandemi COVID-19 di tahun 2020-2022, dapat mengendalikan defisit anggaran.
Setelah defisit 6,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2020, pada tahun 2022 defisit kas negara sudah turun signifikan menjadi 2,38 persen dari PDB atau jauh lebih rendah dibandingkan dengan banyak negara lain.
Baca Juga:
Pemerintah Bakal Jual Surat Utang Ritel Rp 130 Triliun di 2023
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suminto mencontohkan defisit APBN Tiongkok yang masih berada pada level 7,4 persen PDB di tahun 2022 dari 8,6 persen PDB pada 2020, India yang masih di level 8,5 persen PDB dari 9,5 persen PDB, Malaysia di 4,1 persen PDB dari 6,2 persen PDB, Filipina di 5,4 persen PDB dari 7,6 persen PDB, serta Thailand di 4,9 persen PDB dari 6,1 persen PDB.
Begitu pula dengan negara maju seperti Amerika Serikat (AS) baru turun menjadi defisit 5,8 persen PDB dari 15 persen PDB, Jerman di 2,6 persen PDB dari 4,3 persen PDB, Perancis di 4,5 persen PDB dari 8,9 persen PDB, Italia di 5,7 persen PDB dari 9,6 persen PDB, Jepang di 7,3 persen PDB dari 9,3 persen PDB, Inggris di 4,3 persen PDB dari 15 persen PDB, serta Kanada di 2,7 persen PDB, dari 14,9 persen PDB.
Dengan kinerja APBN yang tergolong cukup baik, rasio utang Indonesia terhadap PDB masih cukup baik dibanding banyak negara lain. Adapun rasio utang Indonesia terhadap PDB tercatat sebesar 39,57 persen pada 2022.
Angka tersebut, kata ia, cukup rendah dibanding dengan Tiongkok yang sebesar 76,89 persen, India 83,4 persen, Malaysia 69,56 persen, Thailand 61,45 persen, Filipina 59,27 persen, Brasil 88,9 persen, dan Afrika Selatan 67,99 persen.
Selain itu, tegas ia, jika dibandingkan dengan banyak negara maju seperti AS 122 persen, Jerman 71,11 persen, Prancis 111,83 persen, Inggris 86,99 persen, Jepang 263,92 persen, serta Korea Selatan 54,08 persen. (Asp)
Baca Juga:
Berhasil Tekan Utang, Laba BUMN Bisa Capai Rp 200 Triliun