Perang Siber: Kominfo Lawan Situs Porno

Noer ArdiansjahNoer Ardiansjah - Kamis, 15 November 2018
Perang Siber: Kominfo Lawan Situs Porno
Ilustrasi. (MP/Alfi Ramadhani)

FERDINANDUS Setu seketika merapikan beberapa berkas laporan yang sedari pagi dikerjakannya. Ia beranjak dari kursinya menghampiri tim merahputih.com. Nando, panggilan akrabnya, lantas mempersilakan kami duduk persis di depannya, dalam ruang kerjanya di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jakarta.

Wajahnya sedikit pucat. Matanya sayu. "Beginilah kerja kami, Mas," ungkapnya. Lelaki kelahiran, Minggu, 3 Desember 1979, mengatakan peran Kominfo menjadi sangat strategis di tengah perkembangan teknologi, ditambah maraknya penyebaran kabar bohong, radikalisme, hingga konten pornografi. Alhasil, Kominfo harus kerja ekstra. "Kami harus siap. Pagi, siang, dan malam," ujarnya, Rabu 14 November 2018.

Dari kerja keras seluruh tim, Kominfo pada tahun ini, 2018, berhasil memblokir sebanyak 938.000 website kategori "berbahaya". Terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya. "Tahun lalu sekitar 700 ribuan. Meningkat 200 ribu," kata lelaki lulusan S2 Universitas Indonesia, Depok.

Menariknya, dari 938.000 website yang telah diblokir, 80 persennya merupakan situs berisi konten pornografi. "Kami lawan terus. Mereka muncul baru, kami blokir. Muncul, blokir. Begitu seterusnya," paparnya.

Meski penerapan hukum di Indonesia telah ketat mengatur pornografi, produsen konten tersebut, semisal asal Amerika, Eropa, dan Jepang terus merangsek ke pasar tanah air. "Produk-produk industri porno dari Amerika, Eropa, dan Jepang yang melegalkan pornografi masuk dengan begitu mudahnya di ranah internet. Itu yang menyebabkan 80 persen dari 938.000 website yang diblokir adalah situs porno. Artinya, tindakan pemerintah dalam melawan situs porno tadi sudah sangat efektif," tandasnya.

Film Porno dalam Era Digital

Menurut Nando, kemajuan teknologi merupakan salah satu pintu yang menyebabkan arus situs porno kian meningkat. "Perkembangan teknologi memengaruhi peredaran film dewasa tersebut. Masyarakat dengan sangat mudahnya mengakses," katanya.

Seturut dengan Nando, salah seorang pedagang Video Compact Disc (VCD) porno lapakan, Sanusi Bajuri (bukan nama sebenarnya) juga mengatakan hal demikian. Kemajuan teknologi, kata Bajuri, membuatnya tidak lagi seperti dulu.

Ia lantas bercerita tentang masa kejayaannya. Waktu ketika Bajuri menjadi penjual 'termasyhur' VCD lapakan, awal tahun 2000. Ia menggelar barang dagangannya di kios yang ia sewa. Tak terlalu jauh dari rumahnya, sekitar 2 kilometer saja. "Sekarang juga masih jualan, tapi tidak seperti dulu," katanya.

Ia mengaku, pada tahun itu kepingan VCD banyak dicari masyarakat. Tak hanya VCD dalam format lagu, format film pun laku di pasaran. Apalagi ketika menjual film berbau porno. "Kalau penjualan pada tahun itu jangankan film porno, film VCD biasa juga laku," katanya.

Sayangnya, seiring berjalannya waktu era digital mulai menggerus eksistensi film dewasa lapakan. Sejak tahun 2007, Bajuri mengaku mulai sulit menjual film dewasa. Pelanggannya mulai berguguran. Satu demi satu.

Kata Bajuri berdasarkan pengakuan pelanggannya, mereka lebih sering mengunggah film yang ada dalam salah satu forum ternama di Indonesia. "Ada nama forum terkenal. Selain download, pembeli juga suka baca cerita stensil. Jadi, lebih eksplor di forum itu," katanya.

Era digital membuat Bajuri 'Sang Pelapak Masyhur' kewalahan. Lapak VCD-nya tidak lagi seramai dulu. "Sekitar tahun 2008, banyak pelapak yang tutup. Penjualan menurun drastis. Orang-orang udah pada bisa download di warnet. Gak perlu beli ke kami ataupun nyari di Kota. Nasib kami udah gak bisa berbisnis begitu di era digital. Orang tinggal akses internet," tandasnya.

Atur Strategi

Kendati situs-situs porno setiap hari bermunculan, pemerintah tidak patah arang untuk mencegahnya. Berbagai macam strategi pun dilakukan. Ada banyak jalan. Salah satunya melakukan kerja sama pihak platform Google. "Dulu kalau kita ketik kata 'porn' pasti langsung muncul semua situs yang berbau porno. Kalau sekarang, tidak bisa. Ada sistem penangkal. Namanya Save Search," ujarnya.

Nando bercerita, sistem tersebut mampu bekerja secara optimal. Tak hanya situs pornografi. Segala situs yang memiliki konten kekerasan, terorisme, dan radikalisme habis dilumatnya. "Apa pun yang melanggar hukum di Indonesia, kami libas. Itu merupakan cara kami untuk mengurangi konten pornografi," kata Plt Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo.

Plt Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu. (Foto: merahputih.com/Noer Ardiansjah)

Selain itu, upaya lain yang dilakukan Kominfo dengan menerapkan tiga langkah pendekatan. Pertama, kata Nando, Kominfo punya UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 yang sudah direvisi melalui UU ITE Nomor 19 Tahun 2016, di mana di dalamnya mengatur bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja mendistribusikan konten terkait dengan pornografi dengan ancaman pidana 6 tahun dan denda Rp 1 miliar.

"Kedua, Pendekatan Teknologi. Kami punya mesin pengais konten. Ada di lantai 8, yang bekerja 24 jam selama seminggu. Karena konten porno selalu muncul setiap waktu. Nah, salah satu cara kami melawan itu adalah dengan menggunakan sistem mesin pendeteksi. Cara kerja mesin itu dengan mendeteksi keyword yang mengandung porno. Jadi, autobloklir. Selain itu, kami juga punya 70 orang verifikator. Kerja mereka menyaring lagi setelah lolos dari mesin Save Search. Mereka kerja secara bergiliran. Memantau situs yang lolos dari mesin," paparnya.

Adapun yang terakhir, Nando mengatakan dengan menerapkan Pendekatan Literasi Digital. Ia mengaku tengah menggaungkan program Gerakan Nasional Siber Kreasi. "Kami inisiasi pada September 2017 bekerja sama Kementerian Sekretariat Negara dan Universitas Gadjah Mada. Tapi tahun ini sudah lebih dari 95 instansi yang kami ajak bergabung; BUMN, LSM, perguruan tinggi, dan lainnya. Gerakan ini bertujuan untuk menyampaikan kepada publik terkait menjaga literasi digital; jangan menyebarkan konten porno salah satunya. Hampir setiap hari ada agenda literasi digital," paparnya.

Selain itu, ia juga berharap kepada masyarakat Indonesia untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Ia meminta masyarakat untuk tidak ikut menyebarluaskan konten yang tidak berfaedah seperti konten porno, berita bohong, radikal, dan lainnya.

"Jangan pernah bermain-main dengan konten pornografi. Waktu terbuang sia-sia, merugikan masa depan. Ketika teman-teman warganet mengunggah konten porno ke dalam akun media sosial, otomatis itu akan tercatat. Jadi jejak digital. Di masa depan, orang untuk mencari kerja pasti dilihat juga akun media sosialnya. Kalau ada jejak pernah menggunggah konten porno, sudah pasti tidak akan diterima kerja," tandasnya. (*)

#Kemenkominfo #Film Porno
Bagikan
Ditulis Oleh

Noer Ardiansjah

Tukang sulap.
Bagikan