Peralatan Damkar Anak Buah Anies Belum Ideal, ORI Jakarta Beri Empat Catatan

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Selasa, 25 Agustus 2020
Peralatan Damkar Anak Buah Anies Belum Ideal, ORI Jakarta Beri Empat Catatan
Ilustrasi: Petugas Damkar DKI Jakarta menyelamatkan seorang korban dari kebakaran tempat karaoke di Jatengara, Minggu (9/2) pagi (Foto: antaranews)

Merahputih.com - Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Jakarta Raya Teguh P Nugroho menilai standar peralatan pemadam kebakaran (Damkar) di Ibu Kota belum ideal, belajar dari kasus pemadaman kebakaran di Kantor Kejaksaan Agung yang berlangsung lama.

"Bisa dilihat dari cepatnya kebakaran yang terjadi dan lamanya penanganan kebakaran tersebut," ujar Teguh, Senin (24/8).

Penilaian ini berdasarkan hasil rapid assessment tahun 2019 yang dilakukan Ombudsman Jakarta Raya terkait tata kelola penanganan kebakaran oleh Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta.

Baca Juga

Yang Dilakukan Tim Puslabfor Saat Masuk Pertama Kali di Gedung Kejagung

Ada empat catatan Ombudsman, yakni pertama masih minimnya tenaga (petugas) pengawasan fasilitas kebakaran dan keamanan gedung dalam menghadapi kebakaran.

"Minimnya petugas ini menyebabkan tidak optimalnya pengawasan terhadap kesiapsiagaan gedung-gedung di Jakarta dalam menghadapi kebakaran," ujar Teguh.

Ada kecenderungan gedung pemerintah memiliki standar keamanan gedungnya dari kebakaran lebih minim daripada gedung swasta. Terutama potensi kebakaran dari korsleting listrik akibat pengelolaan jaringan listrik yang buruk.

"Pengawasan ini akhirnya diserahkan kepada masing-masing pengelola gedung," jelas dia.

Selain itu, pengawas gedung oleh Damkar DKI Jakarta terkait kesiapsiagaan dalam menghadapi kebakaran dilakukan secara acak (random).

Sejumlah mobil damkar dikerahkan ke lokasi kebakaran
Ilustrasi: Sejumlah mobil pemadam kebakaran dikerahkan ke lokasi kebakaran (@humasjakfire)

Potensi kedua, dari sisi peralatan dan personel Damkar DKI secara proporsional belum mencapai angka ideal untuk penanganan kebakaran.

"Sebagai kota megapolitan yang setara dengan New York, SDM dan fasilitas kita jauh dibanding New York," katanya.

Ombudsman juga menyoroti, status tenaga Damkar di DKI Jakarta yang mayoritas merupakan tenaga honorer dengan beban kerja dan risiko kerjanya tinggi, tapi pendapatannya (honor) sama dengan tenaga kebersihan dan pramubakti kantor PPSU atau PJLP.

"Untungnya, pelatihan standar kemampuan mereka tetap diasah di Pusdiklat Damkar DKI," ujar Teguh.

Selanjutnya, yang ketiga adalah potensi air yang masih dikelola swasta menyebabkan penggunaan air bersih yang tidak menguntungkan seperti banyak hidran yang tidak teraliri air.

Kondisi ini, saat dibutuhkan, jumlah dan tekanan air tidak memadai untuk memadamkan api pada saat kebakaran terjadi.

Baca Juga

ICW minta KPK Turun Tangan Usut Kebakaran di Kejagung

Yang keempat, terkait layanan 112 untuk pelaporan kebakaran, walau sudah terintegrasi, tapi mekanisme koordinasinya masih konvensional, dalam artian telpon ke 112 tidak langsung terhubung ke Damkar. Petugas 112 tetap menelpon ulang ke tim Damkar DKI dan menyebabkan waktu tunggu (delay time) masih tinggi.

"Padatnya lalu lintas di Jakarta yang meyebabkan lambatnya penanganan kebakaran, selain belum berfungsinya komunitas perbantuan kebakaran di kelurahan-kelurahan," ujar Teguh.

Ombudsman Jakarta Raya menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan terkait kebakaran yang terjadi di Kantor Kejaksaan Agung. (*)

#Pemadam Kebakaran #Ombudsman
Bagikan
Bagikan