MerahPutih.com - Pengamat media sosial Gilang Kumara Putra menilai maraknya penyebaran hoaks oleh kalangan intelektual membuktikan bahwa tingkat pendidikan tak mempengaruhi kesadaran hukum.
Menurut Gilang, penangkapan terhadap oknum dosen berinisial FG dan mahasiswinya, YA karena menyebarkan hoaks perkelahian di Thamrin jadi buktinya.
Baca Juga
Buat Video Hoaks Perkelahian, Dosen dan Mahasiswa Universitas Swasta di Jakarta Ditangkap
"Kadang orang melakukan penyebaran hoaks bukan semata-mata karena ekonomi. Ada orang yang ingin terkenal dia melakukan hal yang receh," jelas Gilang di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (20/2)

Gilang mencontohkan masyarakat Indonesia senang akan hal yang lucu dan kontroversial. Ia melihat jika tak ada edukasi yang cukup maka peristiwa rekayasa perkelahian yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan ini terus ada.
"Ketika dia ngeshare konten-konten yang bersifat lucu dia yakin daripada ngeshare video yang serius. Penegakan hukum yang maksimal harus dilakukan," jelas Gilang yang juga pengajar di Universitas UHAMKA ini.
Gilang menyebut, setiap orang harus paham dengan aturan hukum dengan begitu, jika melakukan aktivitas di media sosial, dia akan paham apakah hal itu melanggar atau tidak.
"Di situ ketika tahu melanggar hukum, konten media sosialnya bisa positif. Pemilik konten harus tau aturannya," imbuh Gilang.
Seperti diketahui, polisi telah menangkap FG dan YA yang merekayasa perkelahian di kawasan Thamrin, beberapa waktu lalu. Keduanya, menyebarkan video hoaks itu agar pengikut media sosialnya bertambah.
Baca Juga
Polisi Bongkar Rekayasa Perkelahian di Thamrin, Pelaku Ngaku Dibayar Rp500 Ribu
Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Heru Novianto mengatakan bahwa FG dan YA tak sadar telah meresahkan masyarakat.
"Secara tidak langsung, mereka menunjukkan di pusatnya ibu kota ini, rusuh atau tawuran yang membikin masyarakat tidak nyaman," jelas Heru.

FG dan YA dijerat pasal Pasal yg d terapkan pasal 28 ayat 1 jo 45 A UU RI No 19 tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 tahun 2008 dan atau pasal 14 sub 15 UU RI No 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana. Ancaman hukuman 10 tahun. (Knu)