KETIKA membeli makanan atau minuman kemasan, umumnya orang langsung mengonsumsi begitu saja. Pakar gizi dan Kementerian Kesehatan menilai pengguna, khususnya remaja, perlu membiasakan diri membaca label pada kemasan demi menjaga kesehatan.
"Label pangan sebagai media informasi yang memuat keterangan mengenai isi kandungan pangan yang bersangkutan seharusnya dapat memberikan informasi yang jelas dan benar kepada konsumen terkait dengan asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, dan keterangan lain yang diperlukan," kata Administrasi Kesehatan Ahli Muda Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu Anak Kementerian Kesehatan Ika Purnamasari, seperti dilansir ANTARA, Sabtu (27/5).
Membaca label pangan olahan, kata Ika, akan memengaruhi keputusan remaja sebelum membeli dan mengonsumsi pangan olahan tersebut.
Baca juga:

Sebagai bentuk nyata, Kementerian Kesehatan dan Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Indonesia mengadakan Kompetisi Ide Remaja Youth Nutritiative pada 21-23 Mei lalu supaya remaja bisa mengambil peran aktif untuk perbaikan gizi mereka.
Dalam acara tersebut, Health Heroes Facilitator (HHF), komunitas remaja yang dibentuk oleh GAIN Indonesia dan RISE Foundation, melatih 150 remaja dari berbagai wilayah di Indonesia untuk membiasakan membaca label pada makanan dan minuman yang dijual di pasaran. Aksi itu mendorong adanya kebijakan dari pemangku kepentingan untuk menyediakan makanan dengan kategori lebih sehat dan lebih rendah kandungan Gula, Garam, dan Lemak (GGL).
Remaja Indonesia mengalami beban gizi ganda yang terdiri atas kelebihan dan kekurangan gizi, termasuk defisiensi mikronutrien. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018 menunjukkan bahwa, ada 6,8 persen remaja usia 13-18 tahun yang kurus, 32 persen remaja usia 15-24 tahun yang anemia, dan obesitas sebesar 13,5 persen pada remaja usia 16-18 tahun.
Baca juga:

Salah satu faktor penyebab terjadinya tren kenaikan prevalensi berat badan berlebih dan obesitas adalah buruknya pola makan remaja. Perilaku memilih makanan yang lebih sehat bagi dirinya masih rendah di kalangan remaja termasuk kebiasaan membaca label pangan untuk mendapatkan informasi gizi dan memilih pangan kemasan yang lebih bergizi.
Data dari Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) 2014 menunjukkan bahwa, prevalensi orang Indonesia dalam konsumsi gula garam lemak berdasarkan batas anjuran sesuai Permenkes No.30/2013 adalah lima dari 100 orang mengonsumsi gula lebih dari 50 gram/hari, 53 dari 100 orang mengonsumsi garam lebih dari 2.000 miligram/hari, dan 27 dari 100 orang mengkonsumsi lemak lebih dari 67 gram/hari. (and)
Baca juga:
Perbedaan Kalori dan Lemak yang Jarang Orang Ketahui