MerahPutih.com - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk pembelian aset kripto sebesar 0,1 persen.
PPh dan PPN untuk pembelian aset kripto akan diberlakukan mulai 1 Mei 2022 dan sudah bersifat final. Menteri Keuangan pun saat ini sedang merumuskan aturan teknis dalam bentuk peraturan menteri keuangan (PMK).
Baca Juga
Pemerintah Dorong Kripto Karya Anak Bangsa Tembus Perdagangan Internasional
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama menjelaskan alasan pemerintah kenakan pajak saat orang beli Kripto, lantaran kripto bukan alat pembayaran yang sah melainkan mata uang digital.
"Kripto itu memang kena PPn juga. Karena kripto itu bukan uang ya, BI enggak pernah mengatakan itu alat tukar alat pembayaran. Tetapi kemendag itu komoditas," papar Yoga melalui YouTube, yang dikutip Senin (4/4).
Memang, kata Yoga, Indonesia tidak memperlakukan kripto sebagai mata uang, tetapi di Kementerian Pedagangan (Kemendag) kripto sebagai aset yang bisa diperdagangankan atau komoditas.
Baca Juga
Baru 2 Bulan, Transaksi Kripto di Indonesia Capai Rp 859 Triliun
Meskipun dikenakan tarik pajak, Yago memastikan nilainya tidak terlalu besar. Tidak sampai di angka 1 persen
"Nah, sehingga memang kita mengenakan selain PPH juga PPN, tapi kecil banget nanti," urainya.
"Kecil itu lah yang kita sebut besaran tertentu, ya kan. Sekian nol koma sekian dari transaksinya kira-kira seperti itu," pungkas dia menyambungkan.
Sementara itu, uang kripto diatur oleh Bappebti Kementerian Perdagangan lewat Peraturan Bappebti No 2 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pasar Fisik Komoditi di Bursa Berjangka.
Selain itu, aturan kripto juga tercantum dalam Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka. (Asp)
Baca Juga
Perkembangan Kripto Diharapkan Bisa Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Indonesia