MerahPutih.com - Pengamat politik Ray Rangkuti menyoroti pernyataan Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas bahwa pasal 46 soal minyak dan gas bumi telah dihapus dari UU Cipta Kerja versi yang telah diserahkan kepada pemerintah. Menurut Ray, hal ini tidak bisa dianggap enteng.
"Penjelasan bahwa memang pasal itu telah dinyatakan dihapus sejak tapi awal tetapi tetap masuk dalam UU yang disahkan justru adalah pokok soalnya. Penjelasan itulah pokok soalnya," ujar Ray kepada Merahputih.com di Jakarta, Jumat (23/10).
Ray mempertanyakan, kenapa pasal yang sudah dinyatakan dihapus tapi masih bisa masuk di dalam naskah UU yang bahkan disampaikan kepada presiden?.
Baca Juga
Hapus Pasal Migas di UU Ciptaker, Kemsesneg Dinilai Langgar UU
"Bukankah semestinya telah dilakukan penyisiran bahkan jauh sebelum UU ini ditetapkan di rapat paripurna," ujar Ray.
Ia menyebut, setidaknya terdapat tiga kali memontum untuk menyisir dan merapaikan naskah UU yang dimaksud. Seperti saat sinkronisasi naskah RUU paska pembahasan di rapat tingkat satu, lalu saat ada pandangan mini fraksi dan ketika paripurna berlangsung.
"Jadi dalam tiga fase itu, sejatinya pasal yang disepakati untuk dihapus dengan sendirinya sudah bisa dihapus. Maka penjelasan ketua baleg bahwa pasal itu lupa untuk dihapus adalah pokok soalnya," terang Direktur Lingkar Madani Indonesia.
"Tentu harus ada pemeriksaan lanjutan. Tidak cukup dengan pernyataan bahwa pasal itu lupa dihapus. Karena itulah pokok soalnya," ujar Ray.
Ia mengingatkan, peristiwa ini bukan hal pertama. Seperti terkait ayat tembakau yang ditemukan salah satu ayatnya hilang. Sekalipun ayat yang hilang telah dikembalikan, tapi DPR tetap melakukan pemeriksaan internal.
Ray mendesak Badan Kehormatan Dewan melakukan pemeriksaan internal untuk memastikan bahwa tidak ada unsur kesengajaan untuk tetap memasukan pasal 46 tentang migas itu ke dalam UU Cipta Kerja.
"Seluruh peristiwa ini memberi sinyal kuat memang ada proses legislasi yang tidak dilakukan dengan cara yang memadai. Unsur kebut atau cepat berakibat banyak hal yang sejatinya tidak perlu terjadi muncul secara beruntun," tutup Ray.
Ketua Badan Legislasi DPR, Supratman Andi Agtas mengatakan, Kemensesneg mengajukan perbaikan dalam naskah UU Cipta Kerja. Salah satunya adalah Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang seharusnya dihapus dari undang-undang sapu jagat itu.
“Itu benar, kebetulan Setneg yang temukan. Jadi itu seharusnya memang dihapus, karena itu terkait dengan tugas BPH (Badan Pengatur Hilir) Migas,” ujar Supratman saat dihubungi, Kamis (22/10).
Supratman menjelaskan, awalnya adalah keinginan pemerintah untuk mengusulkan pengalihan kewenangan penetapan toll fee dari BPH Migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Pasal 46 yang sebelumnya berisi empat ayat kemudian ditambahkan satu ayat lagi untuk mengakomodasi keinginan pemerintah. Tetapi, keinginan tersebut tak disetujui oleh Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja sehingga diputuskan kembali ke UU existing.
Namun, pasal tersebut ternyata masih ada dalam naskah UU Cipta Kerja berjumlah 812 halaman yang dikirim oleh Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar. Baleg DPR, kata Supratman, juga telah memastikan bahwa pasal tersebut seharusnya dihapus.
“Itu benar seharusnya tidak ada, karena seharusnya dihapus. Karena kembali ke undang-undang existing, jadi tidak ada di UU Cipta Kerja,” ujar Supratman.
Baca Juga
Baleg DPR Akui Kemensesneg Ajukan Revisi 88 Halaman UU Cipta Kerja
Politikus Partai Gerindra itu menegaskan, bahwa perubahan sama sekali tak mengubah substansi yang telah disetujui di tingkat Panja. Termasuk dihapusnya Pasal 46 UU 22/2001, sebab di tingkat Panja hal itu memang seharusnya dihapus.
“Jadi itu kan soal penempatan saja dan koreksi, tidak mengubah isi sama sekali,” tegas Supratman. (Knu)