Pengamat Ungkap Kejanggalan 8 Korban Tewas Aksi 22 Mei

Andika PratamaAndika Pratama - Senin, 27 Mei 2019
Pengamat Ungkap Kejanggalan 8 Korban Tewas Aksi 22 Mei
Menjelang malam massa aksi 22 Mei mulai melakukan pembakaran di beberapa titik di jalan MH. Thamrin, Jakarta, Kamis, (22/5/2019). Merahputih.com / Rizki Fitrianto

Merahputih.com - Pengamat kepolisian Hermawan Sulistyo mengungkap fakta yang janggal dari kematian delapan korban yang diduga ditembak saat kerusuhan di kawasan Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.

Menurut Hermawan, dari delapan orang yang tewas, tak ada data satupun di semua rumah sakit soal asal dan yang membawanya.

"Sampai sekarang itu, tak ada data di semua rumah sakit yang dikirim, yang bawa mayatnya itu siapa? Gak ada datanya," kata Hermawan dalam perbincangan di salah satu stasiun TV, Senin (28/5).

Pengamat kepolisian Hermawan Sulistyo

Hermawan melanjutkan korban luka tembak hampir semua single bullet. Ketembak dari samping kanan leher.

"Single bullet itu satu peluru nembak gitu. Kenanya kepala," jelas dia.

Hermawan menambahkan, jika aparat Kepolisian, pasti menembak secara banyak. Sehingga lobang di tubuh korban banyak.

"Bukan polisi (pelakunya). Lalu satu lagi glock, senjata laras pendek. Tapi kan tak ada perwira yang didepan. Semua kalau kita lihat, dari jarak yang pendek. Tidak lebih dari 100 meter misalnya. Kenapa ? Kalau peluru ditembakan disini (samping kepala) kalau jarak jauh, lubangnya lebih lebar," jelas pengajar Kriminologi UI ini.

"Ini kan single bullet masuk dan keluar sebesar proyektil. Siapa yang bisa menembak kepala dan leher. Ini patut dipertanyakan" ungkap Hermawan.

Hermawan juga mengkritik soal adanya people power yang dinilainya tak nyambung. Ia menganggap, people power bisa terjadi kalau ada krisis ekonomi.

"Tahun 1998 itu orang ngantri sembako karena bapaknya Titiek Prabowo (Soeharto) yang kemarin lompat pagar ke Bawaslu itu," imbuh dia.

Kericuhan massa Aksi 22 Mei di jalan MH. Thamrin di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), Jakarta, Kamis, (22/5/2019). Aksi 22 Mei menuntut BAWASLU mengungkap dugaan kecurangan pada Pemilu 2019 setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat nasional Pemilu 2019. Hasilnya pasangan nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi - Ma'ruf Amin unggul 55,50 persen. Merahputih.com / Rizki Fitrianto
Kericuhan massa Aksi 22 Mei di jalan MH. Thamrin di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), Jakarta, Kamis, (22/5/2019). Aksi 22 Mei menuntut BAWASLU mengungkap dugaan kecurangan pada Pemilu 2019 setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat nasional Pemilu 2019. Hasilnya pasangan nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi - Ma'ruf Amin unggul 55,50 persen. Merahputih.com / Rizki Fitrianto

Lalu, ada rezim yang represif. "Ini boro-boro represif (Presiden Joko Widodo). Lemah kok," ucap dia.

Hermawan pun yakin, kekuatan aksi ini akan melemah seiring berjalannya waktu.

"Berkurang ini. Kita kan semua tau, bandarnya pelit. Kalau dia patok Rp 100 milyar, gak mau lagi keluar duit," pungkas dia. (Knu)

#Demo Rusuh
Bagikan
Ditulis Oleh

Andika Pratama

Bagikan