MerahPutih.com - Saat ini adalah momentum yang tepat untuk memperkuat posisi kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Hal itu disampaikan pengamat politik dari Universitas Tanjungpura Pontianak Jumadi, saat menjadi pemateri pada focus group discussion Amandemen ke-5 UUD 1945: Penghapusan Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Membuka Peluang Calon Presiden Perseorangan, di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, Rabu (27/10).
Menurut Jumadi, dari hasil empat kali amandemen yang sudah dilakukan, sistem ketatanegaraan Indonesia lebih mengarah pada parlementarian ketimbang presidensial.
Baca Juga:
Punya Legitimasi Kuat, DPD Berhak Ajukan Capres-Cawapres Non Partai Politik
"Dalam banyak kasus di negara-negara yang mengombinasi sistem presidensial dengan multipartai, itu pasti menjadi masalah. Kita juga mengalami itu. Lalu apa masalahnya? Masalahnya adalah presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden," ujar dia.
Untuk itu, Jumadi menilai penting kiranya bagi kita untuk meninjau kembali presidential treshold. Dan, dalam konteks itulah menurutnya wacana amandemen ke-5 konstitusi penting untuk digulirkan.
"Upaya mendorong perubahan itu menjadi penting untuk meminimalisasi dominasi oligarki," tegasnya.
Ia percaya calon presiden perseorangan dapat diimplementasikan dengan baik.
"Buktinya praktik elektoral di tingkat lokal tidak menimbulkan masalah. Apakah kita pernah dengar ketika calon independen terpilih lalu hal itu jadi masalah? Kan tidak. Jadi, presidential trehsold ini memang sudah sepatutnya dikoreksi," kata dia.
Senator asal Aceh Fachrul Razi yang menjadi narasumber pada acara itu menyampaikan, UUD 1945 tidak kedap dari pengaruh kondisi dan situasi ketatanegaraan serta kebutuhan masyarakat saat itu.
"Pembentuk UUD 1945 membuka kemungkinan dilakukannya perubahan konstitusi ketika kondisi ketatanegaraan menghendakinya, sebagaimana diatur dalam pasal 37 UUD 1945," kata Fachrul.

Menurut dia, amandemen yang hendak dilakukan harus tetap berpedoman pada politik hukum yang dijadikan sebagai penuntun arah perubahan.
"Ada empat agenda prioritas yakni revitalisasi pokok-pokok haluan negara, penataan kewenangan MPR RI, penataan kewenangan DPD RI dan penataan sistem presidensial," tuturnya.
Agenda lainnya menurut Fachrul adalah penataan kekuasaan kehakiman, penataan sistem hukum dan peraturan perundang-undangan berdasarkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Dikatakannya, penguatan DPD RI itu dimaksudkan sebagai penyeimbang. Apalagi, sistem presidensial yang kita anut saat ini, namun dalam praktiknya setengah presidensial, setengah parlementarian.
"Kami mencoba mengembalikan proses demokratisasi sebagaimana sumbernya yakni Pancasila. Begitu juga dengan ekonomi, katanya ekonomi Pancasila tapi praktiknya kapitalistik," papar dia.
Baca Juga:
Ketua DPD Minta Pasal 33 UUD Dikoreksi Agar Kembali ke Sistem Ekonomi Pancasila
Senator asal Lampung Bustami Zainuddin menjelaskan, ada dua hal penting yang menjadi sorotan yakni penguatan kelembagaan DPD dan ambang batas pencalonan presiden.
Dijelaskannya, penataan kewenangan DPD amat dimungkinkan, mengingat individu yang tergabung di dalamnya adalah murni keterwakilan rakyat di daerah.
"Kami ini dipilih langsung oleh masyarakat di daerah. Maka dari itu, penting kiranya kita bicara amandemen ke-5 konstitusi sebagai koreksi atas arah perjalanan bangsa," ujar Bustami. (Pon)
Baca Juga:
Tekan Produk Impor, Ketua DPD RI Minta Pemerintah Perkuat UMKM Dalam Negeri