MerahPutih.com - Pergerakan politik Presiden Joko Widodo jelang Pemilu 2024 menuai sorotan. Pengamat politik Ujang Komarudin menilai, menuju akhir masa jabatannya Jokowi dinilai lebih baik jika berada di tengah.
"Pak Jokowi menjadi negarawan saja, agar saat landing menjadi Presiden di Oktober 2024 itu nantinya dengan bagus. Di tengah saja, bijaksana saja, jadi negarawan saja itu," kata Ujang kepada wartawan di Jakarta, Rabu (31/5).
Baca Juga:
Ia menuturkan, posisi Jokowi sebagai kepala negara dinilai kurang tepat ikut cawe-cawe. Terlebih dengan posisi sebagai presiden tentunya memiliki kuasa. Dan dikhawatirkan kuasa yang ada bisa mempengaruhi hasil pemilu atau bisa mengkondisikan pemenangan capres dan cawapres.
"Kalau itu dilakukan maka itu bagian daripada abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang dan itu yang tidak diharapkan," jelasnya.
Ujang menyebut, ketika kepala negara melakukan cawe-cawe terhadap pemilihan presiden bahkan menggunakan struktur dan infrastrasiktur negara maka akan menimbulkan masalah sendiri.
Lawan politik pasangan yang didukung kepala negara akan merasa dicurangi dan menyebabkan permasalahan baru pasca pemilu.
Baca Juga:
"Karena yang kalah akan menganggap ini dicurangi, dikadali oleh yang namanya cawe-cawe tersebut," jelas pengajar dari Universitas Al Azhar ini.
Ujang mengingatkan agar Presiden Jokowi lebih baik netral terhadap pemilihan presiden. Jadi, menurut Ujang, kalau Jokowi mengklaim atau menyebut cawe-cawe-nya dalam Pemilu untuk kepentingan yang lebih besar adalah tidak benar.
“Yaitu kepentingan-kepentingan Jokowi saja, bukan kepentingan bersama, bukan kepentingan negara,kepentingan politik saja begitu,” tegas Ujang.
Ujang mencermati Jokowi menyatakan bakal cawe-cawe dalam Pemilu karena akan terjadi peralihan kekuasaan dari rezimnya ke rezim penggantinya.
“Dia ingin memastikan penggantinya nanti betul-betul orang dari kelompoknya, bukan di luar kelompoknya,” tutur Ujang. (Knu)
Baca Juga: