Pengamat: Pengumuman Pemilu saat Ramadan Supaya Masyarakat Adem dan Tak Mudah Diprovokasi

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Senin, 20 Mei 2019
Pengamat: Pengumuman Pemilu saat Ramadan Supaya Masyarakat Adem dan Tak Mudah Diprovokasi
Direktur Indopolling Network Wempy Hadir memberikan keterangan terkait hasil survei Pilpres 2019 (MP/Kanu)

Merahputih.com - Pengamat politik Wempy Hadir menilai, penetapan capres terpilih pada pemilihan presiden 2019 yang bertetapan dengan bulan Ramadan, hanya kebetulan saja.

Wempy menganggap, ada dampak positif pada saat penetapan capres terpilih pada momentum bulan puasa.

"Sebab puasa merupakan bulan yang suci yang mesti dijaga kesuciannya dengan segala tindak dan tutur. Jika memang bulan puasa dijadikan sebagai bulan yang penuh dengan ibadah dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT, maka tentu kita tidak berharap ada tindakan yang diluar batas kewajaran untuk menyikapi hasil pilpres," kata Wempy kepada Merahputih.com di Jakarta, Senin (20/5).

"Yang menang harus merangkul yang kalah. Sebab mambangun bangsa yang besar ini membutuhkan kerjasama dan gotong royong dari seluruh elemen bangsa," tambah Wempy.

Menurut Wempy, walaupun gerakan massa mendekati lebaran, hal itu tidak akan menyurut rencana kedatangan aksi massa untuk melakukan aksi bersama di Jakarta. Sebab tujuan mereka adalah kepentingan partisan yang selama ini mereka perjuangkan.

"Ini bukan soal kepentingan agama sehingga mereka mengurungkan niat aksi di bulan puasa. Tapi ini sudah masuk pada kepentingan ideologi tertentu yang memang diperjuangkan dengan segala cara," ungkap Wempy.

BACA JUGA: Minta Pilpres Diulang tapi Pileg Tidak, Prabowo-Sandi Dianggap Aneh

"Jadi bisa dipastikan bahwa akan banyak orang yang akan hadir. Kapitalisasi agama dan politik untuk kepentingan ideologi ekstrim menjadi momentum yang digunakan oleh kelompok yang menentang hasil pemilu yang demokratis," tambah dia.

Hanya ada satu kata kunci agar aksi berjalan lancar dan damai yakni pernyataan kenegarawanan Prabowo sebagai capres dan Sandiaga Uno sebagai cawapres.

Jika kedua tokoh membuat statemen yang sejuk dan menghormati lembaga demokrasi serta penyelenggara pemilu, maka semua akan baik-baik saja. Jadi sebenarnya bola panas sekarang ada di Prabowo-Sandi.

Berharap kedua tokoh ini mau menjadi bagian terpenting dalam menciptakan Indonesia yang damai tanpa anarkis dalam menyikapi pilpres. Kekalahan bukan akhir dari perjuangan mengabdi kepada bangsa dan negara.

"Masih banyak ruang pengabdian kepada bangsa dan negara selain menjadi presiden. Jika Prabowo-Sandi mau menjadi negarawan yang dikenang, ini adalah waktu yang tepat untuk mengendalikan gerakan massa yang cendrung melanggar hukum," tutur Wempy.

Sementara, wacana aksi people power pada 22 Mei 2019 bisa saja akan ramai.

Simposium Prabowo-Sandiaga. Foto: MP/Ponco

Hal ini bisa dilihat bagaimana Polri menemukan beberapa indikasi rencana tindakan teroris untuk melakukan peledakan bom pada aksi 22 Mei 2019. Artinya ada kepentingan kelompok intoleran untuk menciptakan instabilitas politik.

Selain itu, kelompok yang merasa bahwa mereka dirugikan oleh kebijakan pemerintah saat ini, juga turut mengambil momentum untuk melakukan gerakan massa memboncengi sentimen kekalahan pilpres pasangan capres tertentu.

"Walaupun tujuan utama mereka bukan soal hasil pemilu, tapi soal agenda terselubung kelompok intoleran untuk menciptakan kekacauan di ruang publik. Dengan demikian ada ketakutan dalam masyarakat dan bisa menimbulkan keraguan terhadap pemerintah serta mendelegitimasi hasil pemilu melalui gerakan massa yang terorganisir," pungkas Wempy. (Knu)

#Pengamat Politik #Prabowo Subianto #Presiden Joko Widodo
Bagikan
Bagikan