Pengamat: Pelaku Hoaks Quick Count Harus Dihukum Setara Koruptor
MerahPutih.com - Pengamat Komunikasi Politik Lulusan Master of Arts dari University of Leicester UK, Silvanus Alvin mengajak elit politik untuk bersikap layaknya seorang negarawan yang mengutamakan negara di atas nafsu pribadi untuk berkuasa.
"Jangan gelap mata sampai menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginan pribadi," kata Silvanus dalam keterangan tertulisnya, Minggu (21/4).
Pernyataan itu dikeluarkannya mengingat situasi pelik perbedaan pendapat tentang perhitungan cepat atau quick count. Ia menilai harusnya aparat penegak hukum turun tangan untuk melakukan investigasi dalam kasus ini.
Jika hal ini terus dibiarkan, kata Silvanus, maka perpecahan di seluruh kalangan Indonesia akan terjadi. Perpecahan tak hanya berdampak pada masyarakat saja, melainkan bangsa Indonesia juga bisa jadi korban.
"Di era post truth, individu hanya ingin memercayai apa yang mereka kehendaki saja. Kondisi demikian tidak bisa dibiarkan, kebenaran yang hakiki haruslah yang dijunjung tinggi," katanya.
Mereka yang dengan sengaja menyebarkan informasi palsu serta menyesatkan atau hoaks terkait hasil quick count Pilpres harus dihukum tegas. Silvanus menilai hukumannya harus setara dengan para koruptor.
"Kalau pelaku hoaks, akan sangat sulit direhabilitasi masyarakat yang sudah menerima terpaan hoaks. Dampak dari hoaks sangat berbahaya dalam mengancam persatuan Indonesia," jelasnya.
Tak sampai di situ saja, Silvanus juga mengatakan bahwa lembaga survei di bawah naungan Persepi yang dituduh menggiring opini publik telah membuka ‘dapur’ mereka. Kini saatnya pihak penuduh yang membuka data dan metodologi.
"Pembuktian harus transparan. Kalau perlu media menanyangkan secara live. Biar publik tahu mana yang benar dan salah. Jangan biarkan polemik saling klaim hasil quick count tenggelam begitu saja seperti 2014," pungkasnya. (Asp)
Baca Juga: Persepsi: Hasil Quick Count Hanya Prediksi Ilmiah