Pengamat Nilai Jokowi Bentuk Kabinetnya Saat Ini untuk Bersihkan Kelompok Ekstremis

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Sabtu, 26 Oktober 2019
Pengamat Nilai Jokowi Bentuk Kabinetnya Saat Ini untuk Bersihkan Kelompok Ekstremis
Presiden Joko Widodo memperkenalkan Wishnutama di tangga Istana Merdeka Jakarta pada Rabu (23/10/2019). ANTARA/Desca Lidya Natalia

Merahputih.com - Direktur eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menilai bahwa komposisi Kabinet Indonesia Maju saat ini selain untuk menuntaskan masalah ekonomi, juga sangat kentara bagaimana pemerintahan Jokowi-Ma'ruf ingin membersihkan kelompok ekstremis bercokol di Indonesia.

“Saya melihat dari profil kabinet pak Jokowi, ada beberapa skema misal ekonomi dan agenda visi besar pak Jokowi. Tapi ada 1 skema yang sengaja didesain yakni untuk membersihkan kelompok ekstremisme,” kata Karyono Wibowo kepada wartawan, Sabtu (26/10).

Baca Juga:

Jokowi 'Bagi-Bagi Kursi', Pengamat: Elite Happy, Rakyat Gigit Jari!

Jika dilihat dari beberapa segmen kementerian, masing-masing dipimpin oleh orang-orang yang cukup concern terhadap bagaimana menjaga Pancasila tetap berdiri tegak sebagai Ideologi bangsa dan negara Indonesia, dan bagaimana mengantisipasi masuk dan menyebarnya paham trans-nasional.

“Menteri agama diisi oleh latar belakang militer. Mendagri diduduki eks kapolri, Menpan RB kita tahu ada 19% ASN terpapar ekstremisme hari ini dipasang pak Tjahjo Kumolo dari PDIP yang konsisten tegakan ideologi Pancasila,” ujarnya.

Tidak hanya itu, pucuk kementerian yang membawahi bidang politik, hukum dan keamanan juga dipasang sosok Mahfud MD. Di mana menurut Karyono, Menko Polhukam yang baru ini juga tak kalah kuat untuk melawan paham-paham trans-nasional dan gerakan untuk mengganti Pancasila menjadi Khilafah Islamiyah.

“Menko Polhukam adalah terobosan baru dari Pak Jokowi. Pertama kali dalam sejarah pasca reformasi, orang sipil Pak Mahfud MD (jadi Menko Polhukam). Profilnya pak Mahfud tegas pada gerakan intoleran, pak Mahfud juga representasi tokoh Islam yang rahmatan lil alamin,” imbuhnya.

Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wapres Ma'ruf Amin memperkenalkan jajaran menteri di tangga beranda Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10). (ANTARA FOTO/Wahyu Putro)
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wapres Ma'ruf Amin memperkenalkan jajaran menteri di tangga beranda Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10). (ANTARA FOTO/Wahyu Putro)

Bagi Karyono, jika situasi ini tidak ditindaklanjuti dengan serius dan tegas, ia khawatir ancaman perpecahan di dalam Indonesia akan semakin besar dan meluas. Bahkan ia menunjuk Indonesia bisa senasib dengan kawasan negara Timur Tengah yang hancur karena persoalan ekstremisme berkedok agama ini.

“Kalau tidak ditindak tegas maka Indonesia bisa pecah seperti negara-negara di Timur Tengah. Di beberapa negara seperti Timur tengah banyak yang melarang dan membubarkan Hizbut Tahrir. Dan di Indonesia, Alhamdulillah pak Jokowi pahami dan mengantisipasi dengan dibubarkannya HTI,” jelas Karyono.

Hanya saja masih banyak masyarakat yang kurang sepakat dengan dibubarkannya HTI sebagai organisasi di Indonesia. Meskipun dalam data riset yang ia peroleh, antara yang pro HTI dibubarkan dengan yang kontra selisihnya tipis dan masih banyak yang setuju.

“Sikap Presiden bubarkan HTI benar, tapi saat kita riset ke masyarakat, yang setuju dan tidak setuju hampir seimbang. Memang banyak yang setuju tapi terpautnya tidak jauh,” paparnya.

Baca Juga:

Sudah Punya 'Sosial Capital', Gibran Bakal Meroket Jika Didompleng Jokowi

Sedikit perlu diketahui, bahwa berdasarkan data dari LSI Denny JA, pada 2005 jumlah warga yang pro “NKRI Syariah” mencapai 4,6 persen dan melesat naik menjadi 7,3 persen pada 2010. Pada tahun ini, jumlah warga pro “NKRI Syariah” sudah hampir dua kali lipat, yaitu 13,2 persen.

Sementara antara 28 Juni hingga 5 Juli 2018, LSI Denny JA juga melakukan survei dengan menggunakan data sampling 1.200 responden. Dalam survei itu ditemukan seiring dengan meningkatnya keinginan menerapkan “NKRI Syariah”. Jumlah mereka yang setuju dengan “NKRI Pancasila” turun cukup drastis, yaitu dari 85,2 persen pada 2005, menjadi 75,3 persen pada 2018 ini. (Knu)

#Jokowi-Ma'ruf Amin #Karyono Wibowo
Bagikan
Bagikan