Pengamat Nilai ISIS Dapat 'Angin Segar' Beraksi di Indonesia
Merahputih.com - Pengamat intelijen Stanislaus Riyanta menilai ada dampak yang bisa terjadi di Indonesia dari peristiwa tewasnya Kepala Pasukan Garda Revolusi Iran Mayjen Qassem Soleimani di Irak.
Salah satunya adalah kemungkinan bakal ada aksi teror oleh sejumlah simpatisan kelompok garis keras.
"Indonesia sebagai negara yang beberapa kali menjadi korban teror oleh kelompok radikal yang menjadi bagian dari kelompok transnasional harus waspada," kata Stanislaus dalam keterangannya yang dikutip di Jakarta, Minggu (5/1).
Baca Juga:
Bicara dari Dubai, Pervez Musharraf Sebut Hukuman Mati terhadapnya Balas Dendam
Ia mengatakan, salah satu kelompok yang bisa saja berekasi adalah simpatisan ISIS di Indonesia.
"Angin segar ini bisa membangkitkan kekuatan ISIS di Timur Tengah dan simpatisannya di daerah lain termasuk Indonesia," imbuh Stanislaus.
Jika ini benar terjadi maka dengan adanya energi baru bagi ISIS, Indonesia patut waspada.
"Dampak keamanan global yang terganggu atas kasus serangan AS kepada Iran ini tidak bisa disepelekan oleh Indonesia," terang dia.
Stanislaus melihat, konflik AS dengan Iran diprediksi akan semakin meluas, tidak hanya di Timur Tengah tetapi di wilayah lain dimana Iran mempunyai jaringan dan proxy dan ada target yang berkaitan dengan AS.
"Sehingga pemerintah Indonesia harus waspada akan kemungkinan reaksi yang bakal terjadi," tutup Stanislaus.
Seperti diketahui, aksi serangan pasukan AS pada 2 Januari 2020 yang menewaskan Kepala Pasukan Pengawal Revolusi Islam Iran Qods Mayor Jenderal Qassem Soleimani. Serangan tersebut juga menewaskan pendiri milisi Irak pro-Iran Kata’ib Hezbollah Abu Mahdi Al Muhandis akan meningkatkan tensi konflik antara AS dengan Iran.
Baca Juga:
2019 Jadi Tahun Deklarasi Status Darurat 'Krisis Iklim’ Dunia
Serangan ini diduga sebagai bentuk balasan atas penyerbuan Kedutaan Besar AS di Baghdad pada 31 Desember, yang dipimpin oleh Kata’ib Hezbollah dan para pejuang milisi yang didukung Iran.
Departemen Pertahanan Amerika Serikat mengkonfirmasi bahwa serangan pesawat tak berawak untuk membunuh Soleimani dilakukan atas arahan Presiden Donal Trump sebagai tindakan defensif untuk melindungi personel AS di luar negeri. (Knu)