Pengamat Nilai Ada Bawahan Jokowi yang 'Single Fighter' Ambil Kebijakan Tangani COVID-19

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Rabu, 20 Mei 2020
Pengamat Nilai Ada Bawahan Jokowi yang 'Single Fighter' Ambil Kebijakan Tangani COVID-19
Presiden Jokowi. Foto: ANTARA

Merahputih.com - Pengamat politik Jerry Massie menilai, Presiden Joko Widodo terlalu lemah dan kurang tegas terhadap bawahannya dalam rangka penanganan virus corona baru atau COVID-19.

Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies ini 'membuktikan', hal tersebut terlihat saat Jokowi menolak pelonggaran PSBB.

Baca Juga

Puluhan Perusahaan Media tidak Bayarkan THR kepada Karyawannya

Namun, di saat yang hampir bersamaan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang juga Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo dan Menkopolhukam Mahfud MD justru mengizinkan agar PSBB dilongarkan dengan syarat. Kepala BNPB melonggarkan PSBB yang mana usia 45 tahun ke bawah bisa kerja dan ini melanggar PSBB.

"Sedangkan presiden menyebut tak ada pelonggaran PSBB. Siapa sebetulnya yang harus didengar?,” kata Jerry kepada Merahputih.com di Jakarta, Rabu (20/5).

"Saya nilai pemimpin single figther yang banyak muncul ketimbang double figther. Sejumlah menteri kerap tak menghiraukan aturan presiden bahkan bertentangan bukan satu komando. Justru yang ada mengambil domain yang lain," ungkapnya.

Disisi lain, koordinasi antar lembaga lemah di mana banyak kesalahan bicara yang keluar dari mulut petinggi negeri terkait penanganan COVID-19.

Presiden Jokowi. Foto: ANTARA

Ia juga menganggap, koordinasi antarkementerian dan lembaga lemah dalam menangani pandemi COVID-19 membuat kebijakan pemerintah khususnya dalam menerapkan PSBB tak tentu arah, dan cenderung lamban dalam memutus penyebaran COVID-19.

"Fisikal kesalahan berbicara. Kerap tanpa berpikir jeli dan mengalisa dampak di lapangan. Mengeluarkan pendapat tak ada kajian komprehensif. Paling penting no wise atau kurang bijak," ujar Jerry.

Menurut Jerry, dalam kondisi pendemi yang sulit diprediksi kapan berakhirnya, seharusnya pemerintah menerapkan rumus bijak dan bajik. Hal ini dilakukan agar penanganan virus tak membingungkan masyarakat.

Baca Juga

Pengamat Kritisi Bansos yang Kerap Dipolitisir untuk Kepentingan Politik Petahanan

Menurutnya, dalam hal ini para pembantu presiden justru menafsirkan arahan dan presiden tidak pada porsi yang tepat. Misalnya, meski muncul larangan mudik, tapi disaat bersamaan keluar peraturan menteri yang terkesan melonggarkan moda trasportasi.

Dampaknya, beberapa waktu lalu muncul pemandangan 'para pemudik' di Terminal II Bandara Soekarno-Hatta. "Presiden tidak menerapkan reward and punishment. Kendati sudah tak disukai publik bahkan kerap kontroversi tapi tak ada tindakan seperti pemecatan atau reshuffle," tutupnya. (Knu)

#Presiden Jokowi #COVID-19 #Virus Corona #Pasien Corona #Penyakit Corona
Bagikan
Bagikan