Pengamat: Buzzer Timbulkan Informasi Bohong Hingga Bahayakan Keamanan Nasional

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Jumat, 04 Oktober 2019
Pengamat: Buzzer Timbulkan Informasi Bohong Hingga Bahayakan Keamanan Nasional
Ilustrasi. (PixabaY)

Merahputih.com - Pengamat politik Wempy Hadir menilai, keberadaan sejumlah 'buzzer' di media sosial kini sangatlah berbahaya. Pasalnya, informasi yang mereka berikan cenderung menimbulkan rasa saling benci antar masyarakat.

Menurut Wempy, beberapa konflik sosial yang terjadi belakangan tidak terlepas dari miss informasi yang diterima oleh publik.

Baca Juga:

Viral 'Playing Victim' Anak STM Tak Dibayar Usai Demo, Polisi: Narasi Propaganda

"Informasi tersebut sudah dimanipulasi oleh kepentingan pengguna buzzer demi tercapainya kepentingan mereka. Jadi memang keberadaan buzzer di era teknologi sudah membahayakan situasi keamanan nasional," kata Wempy kepada Merahputih.com di Jakarta, Jumat (4/10).

Wempy melanjutkan, jika yang dilakukan oleh buzzer adalah hal-hal yang positif, tentu akan mendapat dukungan dari publik.

"Demikian sebaliknya. Apakah buzzer ini terorganisasi secara terstruktur atau tidak menjadi pertanyaan kita. Sebab kalau terorganisir tentu ada yang menjadi komandan dari buzzer tersebut," jelas Wempy.

"Kerugiannya adalah terkadang buzzer terlalu make-over alias berlebihan dalam mendandani sebuah isu. Akhirnya Isu tersebut jauh dari realitas yang sesungguhnya. Ini bisa menimbulkan persepsi yang negatif," tambah Wempy.

Ilustrasi. (PixabaY)

Direktur Indo Polling Network ini menambahkan, jika buzzer melanggar ketentuan undang-undang tentu perlu ditindak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. "Jadi tidak boleh ada yang dilindungi oleh kepentingan kekuasaan," ungkap dia.

Jika dikelola dengan baik, lanjut Wempy, buzzer bisa menimbulkan keuntungan. "Keuntungannya adalah tentu bisa memberikan informasi kepada publik sehingga publik mendapatkan informasi berkaitan dengan hal tertentu," jelas dia

Wempy berharap, jika eksistensi buzzer lebih banyak mudarat daripada mnafaatnya, maka perlu dievaluasi keberadaannya agar tidak membawa destruktif yang masif ke seluruh penjuru Indonesia.

Seperti diketahui, berbagai kabar bohong mereka sebarkan dan gaungkan di media sosial untuk mempengaruhi opini dan sikap publik. Para pendengung menjadi bagian dari kepentingan politik jangka pendek: mengamankan kebijakan pemerintah.

Baca Juga:

Nyamar Jadi Pelajar, Seorang Satpam Ngaku Dibayar Rp 40 Ribu untuk Ikut Demo

Dalam kasus seleksi calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi dan revisi Undang-Undang KPK, para pendengung menyebarkan agitasi bahwa lembaga itu dikuasai kelompok agama garis keras yang mereka sebut Taliban.

Mereka menyebut Novel Baswedan, penyidik yang dikenal gigih mengusut pelbagai kasus korupsi jumbo, sebagai antek khilafah. Ketika timbul dukungan kepada KPK, mereka menyerang para pendukung itu dengan memberi mereka label pendukung khilafah. (Knu)

#Media Sosial
Bagikan
Bagikan