Ramadan 2018

Pengalaman Salat Tarawih Pertama di Masjid Terbesar Kota Roma

Eddy FloEddy Flo - Rabu, 23 Mei 2018
Pengalaman Salat Tarawih Pertama di Masjid Terbesar Kota Roma
Moschea di Roma atau Masjid Agung Roma yang terletak di Kota Roma, Italia (Foto: islamicity.org)

MerahPutih.Com - Bagaimana rasanya menunaikan salat Tarawih di sebuah kota yang identik dengan agama Katolik seperti Roma? Tentu saja ada beragam perasaan yang berkecamuk. Apalagi salat Tarawih berlangsung di sebuah masjid terbesar di Italia.

Kota Roma meski dikenal sebagai salah satu kota suci orang Katolik seluruh di dunia, bukan berarti tidak ada masjid di sana. Bagaimana suasana ramadan di kota Roma? Apa saja keistimewaan Moschea di Roma atau masjid terbesar yang juga berfungsi sebagai islamic center tersebut?

Pengalaman pertama Tarawih di masjid terbesar di Roma, bisa dibilang sangat menyenangkan dan mengesankan.

Senang, karena udaranya adem. Suhu udara di ibu kota Italia menjelang akhir musim semi sangat bersahabat, di atas 10 derajat Celsius.

Mengesankan, karena di tengah masyarakat yang mayoritas beragama Katolik dengan gereja yang mudah temui di setiap sudut kota, ada masjid yang sangat besar untuk umat Islam beribadah.

Masjid Agung Roma
Masjid Agung Roma di Kota Roma, Italia (Foto: islamicity.org)

Itulah Moschea di Roma atau Masjid Roma yang resmi berdiri pada bulan Juni 1995.

Masjid yang terletak di atas lahan sekitar 30.000 meter persegi itu dibangun atas sumbangan 23 negara, termasuk Indonesia, Brunei, dan Malaysia.

Imam besar Masjid Roma Salah Ramadan yang ditemui ANTARA di Roma, Italia, sebelum bertarawih, menceritakan Raja Faisal dan 23 negara memberikan sumbangan sebesar 50 juta dolar AS untuk membangun fasilitas ibadah dan belajar bagi umat Islam di Italia itu.

"Sumbangan yang cukup besar pada waktu itu untuk membangun masjid dan pusat pembelajaran Islam (Islamic Centre) ini," kata Salah yang sangat fasih berbahasa Inggris, di samping Arab dan Italia.

Berkembang Diakuinya bahwa jumlah umat Islam di Italia tidak sebanyak di London (Inggris). Total muslim di negara yang dipimpin PM Paolo Gentiloni itu sekitar 1,5 juta orang, di antaranya lebih dari 100.000 orang asli Italia yang menganut agama Islam.

Kendati demikian, menurut Salah, Masjid Roma adalah masjid terbesar di Uni Eropa dengan segala fasilitasnya.

Islam cukup berkembang di Italia. "Tiap minggu ada saja yang berpindah agama ke Islam, 1 hingga 2 orang. Alhamdulillah," katanya.

Penampakan ruangan di Masjid Roma
Tampilan interior Masjid Roma (Foto: islamicity.org)

Tarawih Bertarawih sendiri baru dimulai sekitar pukul 23.00 waktu setempat atau sekitar pukul 04.00 WIB. Pada musim semi menjelang musim panas, matahari di Italia baru tenggelam pukul 20.30.

Sebagian besar dari mereka berdatangan sebelum salat Isya dimulai pukul 22.30.

Meski belum saling kenal sebelumnya, perempuan tempat Antara bergabung sangat ramah.

Mereka menyapa dengan ucapan "assalamualaikum", kemudian mempersilakan masuk dalam saf atau barisan perempuan yang sebagian besar berparas khas Timur Tengah dan Afrika.

Pada bulan puasa, menurut Imam Masjid Roma yang juga lulusan Universitas Al Azhar-Mesir itu, mereka yang datang bisa mencapai 1.000 s.d. 3.000 orang.

Namun, pada saat tarawih pertama, Antara hanya melihat yang menunaikan rukun Islam kedua tidak lebih dari 200 orang. Makin menjelang akhir bulan puasa, mereka yang berjamaah terus bertambah, kata Salah meyakinkan.

Hal senada dikemukan seorang warganegara Indonesia yang ikut bertarawih pertama di masjid yang juga menjadi pusat pengajaran Islam di Italia itu.

Ini mungkin belum banyak (warga muslim) yang tahu, ada tarawih pertama. Biasanya makin akhir bulan puasa masjid makin penuh, kata Tari, WNI yang sudah 16 tahun tinggal dan bekerja di Roma.

Menurut Tari, persaudaraan sesama muslim di Roma sangat kuat. Apalagi, mereka menjadi minoritas di negeri yang dekat sekali dengan pusat kepimpinan agama Katolik di Vatikan.

Jemaah sedang menunaikan salat di Masjid Roma
Jemaah sedang melihat-lihat arsitektur Masjid Roma (Foto: islamicity.org)

Ketika bertarawih dimulai, Salah Ramadan tidak menjadi imam. Profesor dari Al-Azhar itu mengambil bagian sebagai pemberi ceramah. Dia melakukannya setelah menyelesaikan empat rakaat tarawih.

Pada ceramah yang disampaikan dalam bahasa Arab itu, dia mengingatkan umat Islam bahwa bulan puasa adalah bulan pengampunan.

Puasa tidak hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan mata dan mulut dari pandangan dan ucapan yang tidak ada manfaatnya, katanya. Salah tidak hanya fasih berbahasa Arab, tetapi juga bahasa Inggris dan Italia.

Sama dengan sebagian besar masjid di Indonesia, Tarawih di Masjid Roma dilakukan 11 rakaat dengan delapan rakaat tarawih yang dilakukan dua, dua, dan tiga witir ditambah kunut.

Surah Albaqarah dilantunkan imam sepanjang Tarawih. Pada witir, imam membacakan surat Al A'la, kemudian Alzalzalah dan ditutup Alikhlas.

Suara merdu dan intonasi yang pas saat imam melantunkan ayat-ayat suci Quran sempat membuat jemaah terisak mengingat ada surat yang menerangkan tentang hari kiamat (Alzalzalah) dan tentang pentingnya bekal untuk kehidupan akhirat yang kekal (Al A'la).

Kurang lebih 1 jam, Tarawih selesai, melewati tengah malam.

Usai berdoa, tiba-tiba seorang perempuan keturunan Arab yang duduk di sebelah, menyorongkan tangan bersalaman, dan menempelkan pipi kanan dan kirinya seakan sudah kenal lama.

"Syukron (terima kasih)," ucap saya sambil memeluk perempuan tua berwajah Arab yang ramah itu. Sungguh tidak menyangka mendapat sambutan hangat seperti itu dari orang yang baru kenal tidak lebih dari 2 jam.

Benar, kata Tari, ukhuwah islamiah di Roma sangat kuat. Tidak peduli beda bangsa, beda bahasa, bila sudah ketemu sesama muslim, mereka adalah saudara dalam iman.(*)

Baca berita menarik lainnya dalam artikel: Gelombang Protes di Gaza Meredup, Israel Sebut Hamas Ditekan Mesir

#Tarawih #Ramadan #Islam
Bagikan
Ditulis Oleh

Eddy Flo

Simple, logic, traveler wanna be, LFC and proud to be Indonesian
Bagikan