Pengacara BPN Kecewa Majelis Hakim Tolak Dengarkan Keterangan Saksi Ahli
MerahPutih.com - Pengacara terdakwa kasus pemalsuan akta tanah Paryoto, Wardaniman Larosa, merasa kecewa dengan sikap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menolak mendengarkan keterangan saksi ahli yang merupakan tenaga ahli Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Ling R Sodikin.
"Kami tim kuasa hukum Paryoto sangat menyayangkan tindakan penolakan," kata Wardanimandi Jakarta, Rabu (4/11).
Wardaniman mengatakan saksi ahli yang didatangkan kliennya merupakan utusan langsung Menteri Agraria/ATR Sofyan Djalil untuk menjelaskan kasus sengketa tanah yang terjadi di Cakung, Jakarta Timur.
Baca Juga
Bareskrim Lanjutkan Periksa Karo Umum Kejagung Soal Kebakaran
"Beliau ditugaskan pak Menteri langsung untuk membuat terang suatu peristiwa hukum yang melibatkan Pak Paryoto selaku mantan pegawai kantor pertanahan (BPN) Jakarta Timur," jelasnya.
Dia menyebut, hasil investigasi sengketa tanah yang membuat Paryoto jadi pesakitan, juga tidak pernah dibeberkan Kepolisian dan Kejaksaan. Padahal, itu adalah bukti utama dalam kasus ini.
Kalau hasil investigasi itu dibeberkan, kata dia, para petinggi Paryoto di BPN Jaktim, bisa terjerat. Wardaniman menegaskan, Paryoto hanya jadi "tumbal" para atasannya itu.
"Tuduhan-tuduhan kepada klien kami sebagai mafia tanah sangat tidak berdasar dan itu merupakan fitnah keji terhadap klien kami," tegasnya
Wardaniman menuturkan Paryoto hanya seorang juru ukur dari kantor BPN Jaktim. Dia cuma melaksanakan tugas pengukuran tanah di kawasan Cakung Barat. Tugas itu dilakukan berdasarkan perintah atasannya.
Tetapi, pekerjaan itu justru membawanya jadi pesakitan. Paryoto jadi tersangka pemalsuan akta tanah seluas 5,2 hektare yang disengketakan Abdul Halim dan Benny Simon Tabalajun.
"Saya yakin bahwa klien kami merupakan korban dari atasannya," ujarnya.
Menurut dia, seharusnya pimpinan atau kepala kantor Paryoto yang pertama kali dimintai pertanggungjawaban secara hukum dalam perkara ini.
"Akan tetapi, nyatanya kepala kantor sama sekali tidak diseret ke Pengadilan," keluhnya.
Dia pun menilai, kasus ini seharusnya masuk ke dalam ranah hukum administrasi, bukan hukum pidana. Sebab, kasus ini berkaitan pengukuran tanah dan bukan persoalan hukum tindak pidana pemalsuan surat.
"Karena tidak ada satu surat pun yang dipalsukan oleh pak Paryoto," tegasnya lagi.
Baca Juga
Nama Jaksa Agung dan Eks Ketua MA Kembali Disebut di Sidang Djoko Tjandra
Kasus sengketa tanah ini pernah bergulir dalam persidangan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara DKI Jakarta, dan Mahkamah Agung. Putusannya, SHGB milik keluarga Tabalujan adalah sah, mengikat dan memiliki kekuatan hukum. (Pon)