Penangkapan Aktivis Sumbar Sudarto Dianggap Bentuk Pembungkaman Demokrasi di Indonesia

Andika PratamaAndika Pratama - Rabu, 08 Januari 2020
Penangkapan Aktivis Sumbar Sudarto Dianggap Bentuk Pembungkaman Demokrasi di Indonesia
Aktivisi lembaga Pusat Studi Aktivitas Pusat (Pusaka) Sudarto (kiri). (Istimewa)

MerahPutih.com - Polda Sumatera Barat menangkap Direktur Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka) Padang Sudarto. Ia diduga menyebarkan hoaks soal larangan perayaan Natal di Dharmasraya, Sumatera Barat Desember 2019 lalu.

Menurut Direktur LBH Padang, Wendra Rona Putra, penangkapan terhadap Sudarto merupakan salah satu bentuk pembungkaman demokrasi di Indonesia.

Baca Juga

Polisi Dikritik karena Lalai dan Tak Tegas Soal Pelarangan Natal di Dharmasraya

Wendra berujar, pemakaian pasal-pasal karet dalam Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik terus dilakukan oleh negara untuk membungkam suara-suara kritis dalam menyuarakan hak-hak masyarakat untuk menjalankan agama yang dipercayai.

"Tentunya penangkapan Sudarto sangat berbahaya bagi perkembangan demokrasi kedepan terlebih dalam isu-isu kebebasan beragama dan berkeyakinan," kata Wendra dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (8/1).

Wendra melihat, penangkapan ini terdapat kejanggalan karena sebelumnya Sudarto sebelumnya tidak pernah dipanggil oleh Polsek, Polres Dharmasraya dan Polda Sumatera Barat tuturnya.

Sudrto
Direktur Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka) Padang Sudarto

"Penangkapan terjadi tiba-tiba tanpa prosedur pemanggilan terlebih dahulu telah melanggar ketentuan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yang mengamanatkan sebelum penangkapan mestinya dilakukan upaya paksa pemanggilan ujarnya," jelas Wendra.

Baca Juga

Mendagri Tindak Lanjuti Dugaan Pelarangan Natal di Sumatera Barat

Wendra beranggapan, penjara diperuntukkan bagi orang-orang yang melanggar hak asasi orang lain di antaranya yang menghambat aktivitas peribadatan bagi umat beragama.

"Jangan penjarakan orang-orang yang memperjuangkan hak atas beribadah orang lainnya karena tentunya setiap orang berhak memeluk, menyakini dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya," jelas dia.

Ia menyebut, semestinya penjara itu diperuntukkan bagi orang yang membuat hak orang lain terpenjara. Wendra yakin, penangkapan ini buruk bagi demokrasi terutama di Sumatera Barat ke depannya.

"Kami tahu Sudarto adalah orang memperjuangkan kebebasan beribadah orang lain bukan malah menghambatnya. Tindakan polisi ini dikhawatirkan semakin memberi ruang untuk terus berkembangnya intoleransi di Sumatera Barat," imbuh Wendra.

Posting-an aktivis yang memimpin Pusaka Foundation, Sudarto, terkait isu pelarangan perayaan Natal di dua daerah di Sumatera Barat, yakni Kabupaten Sijunjung dan Dharmasraya, berujung penangkapan polisi. Sudarto dituduh menyebarkan informasi yang berpotensi memicu kebencian dan permusuhan SARA.

Informasi mengenai penangkapan Sudarto dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Sumatera Barat Kombes Stefanus Satake Bayu. Dari penangkapan itu, polisi menyita satu ponsel dan satu buah laptop yang diduga digunakan Sudarto untuk menyebarkan informasi tersebut di media sosial.

Akibat perbuatannya, Sudarto disangkakan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 UU ITE. Posting-an Sudarto dianggap membuat resah dan mengganggu kerukunan hidup beragama yang selama ini terjaga dengan baik di kedua daerah.

Penangkapan terhadap Sudarto dilakukan oleh Polda Sumatera Barat berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/77/K/XII/2019/Polsek pada tanggal 29 Desember 2019 atas nama Harry Permana.

Dalam laporan polisi tersebut pelapor merasa terkejut melihat postingan Sudarto yang bilang ada pelarangan ibadah natal, namun pelapor mengecek surat Walinagari mengatakan tidak ada pelarangan ibadah yang ada dilarang membawa jemaah dari luar Sikabu untuk beribadah.

Penangkapan ini ditengarai akibat kritikan terkait dugaan pelarangan ibadah natal di Nagari Sikabau Kabupaten Dharmasraya.

Baca Juga

Pernyataan Menteri Agama Soal Polemik Natal di Sumbar Lukai Hati Umat Nasrani

Kasus pelarangan perayaan Natal di Nagari Sikabau atas balasan surat Pemberitahuan dari Pemerintahan Nagari Sikabau, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya yang berisi bahwa pemerintahan nagari tidak memberikan izin pelaksanaan kegiatan Ibadah Natal Tahun 2020 dan Tahun Baru 2020 untuk melakukan ibadah yang bersifat terbuka dan berskala Jama’ah yang banyak.

Mereka diminta merayakannya di luar wilayah hukum Pemerintahan Nagari dan adat-istiadat wilayah Sikabau. Dalam surat balasan tersebut, jika umat kristiani di Nagari Sikabau yang ingin melaksanakan ibadah Natal agar dilaksanakan secara individual di rumah masing-masing. (Knu)

#Aktivis
Bagikan
Ditulis Oleh

Andika Pratama

Bagikan