PEMUDA JAGOAN NEGERI AING

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Jumat, 01 Oktober 2021
PEMUDA JAGOAN NEGERI AING
Pemuda Jagoan Negeri Aing. (MP/Fikri)

TUA perkara buah pikir bukan umur. Bisa saja umur kepala lima tetapi jiwa juga pikir masih kontekstual. Sebaliknya, mendaku umur belasan atau puluhan tapi semangat, jiwa, dan pikir loyo keburu usang sebelum berjuang.

Semangat muda sejatinya zeitgeist atau jiwa zaman. Tiap masa senantiasa kobar semangat muda meletup-letup jadi bahan bakar penggerak perubahan. Sedekade terakhir, perubahan besar dunia digerakan semangat muda kebetulan sosok sentralnya kaum muda.

Greta Thunberg tampil sebagai sosok berpengaruh pada isu perubahan iklim lewat aksi School Strike for Climate. Joshua Wong melalui Umbrella Movement memperjuangkan demokrasi Hong Kong jadi inspirasi kaum muda Asia menginisiasi aksi serupa. Malala Yousafzai hampir kehilangan nyawa setelah selamat dari serangan Taliban lantaran menuntut akses pendidikan bagi anak perempuan.

Sementara di Indonesia, ada stafsus milenial fenomena anak STM pada aksi #reformasidikorupsi. Anak STM semula selalu beroleh cap pembuat onar di jalan lantaran sering tawuran justru turun ke jalan membawa tujuh tuntutan di anataranya pencabutan revisi UU KPK dan penudaan RKUHP. Mereka sekolah di jalan mendukung kakak mahasiswa menyampaikan pendapat di muka umum sampai fajar menyingsing.

Lha, bagaimana contoh orang uzur tetapi tetap memiliki jiwa dan semangat muda? Tengok Sumarsih tiap Kamis di seberang istana presiden nan tadi siang (30/9) disambangi pegawai KPK tak lolos Tes Kebangsaan menjadi inspirasi tentang ketekunan mencari keadilan khususnya penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu, terlebih Peristiwa Semanggi I dan II berakibat hilangnya nyawa sang anak, Bernardinus Realino Norma Irmawan alias Wawan.

Kaum muda macam Thunberg, Wong, Malala, anak STM, dan orang berumur seperti Sumarsih sama-sama segendangsepenarian soal usaha menolak usang sehingga buah pikirnya aktual. Di bulan Oktober berkaitan peringatan Sumpah Pemuda, Merahputih.com menera tema Pemuda Jagoan Negeri Aing berharap agar semangat muda bagi tiap orang di segala umur terus berkobar di tengah bersama-sama keluar dari kesulitan pandemi.

Peristiwa di gedung Indonesisch Clubhuis (IC) Kramat 106 pada 28 Oktober 1928 menjadi bukti semangat kaum muda beragam suku mengikat janji mengusung semangat pesatuan, bertanah air dan berbangsa satu; Indonesia, serta menjunjung bahasa persatuan; bahasa Indonesia. Ikrar pemuda tersebut jadi tanda meleburnya hasrat kedaerahan pada tiap-tiap kelompok pemuda, sehingga di sisi pemerintah Belanda merasa perlu menugaskan dinas rahasia pemerintah atau Politiek Inlichtingen Dienst (PID) memata-matai segala kegiatan tokoh-tokoh pemuda.

Di masa kolonial, muncul kaum muda revolusioner nan dengan keras mengkritik kebijakan pemerintah lewat tulisan di surat kabar maupun pidato di hadapan publik. Bahkan, tanpa pemuda, proklamasi belum tentu terjadi tepat di tanggal 17 Agustus 1945. Golongan muda secara agresif berupaya mendorong tokoh-tokoh nasional segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia meski sampai harus 'diculik; di Rengasdengklok.

Setelah merdeka, kaum muda pun tak tinggal diam melihat arus kedatangan pasukan Sekutu maupun NICA melakukan aksi. Mereka mengorganisasi pelbagai kelompok masyarakat, malah banyak di antaranya kalangan 'hitam' para jago, copet, kecu, perampok, dan bromocorah angkat senjata mempertahankan kemerdekaan.

Bahkan, setelah merdeka, karpet merah bagi terpancangnya Orde Baru sehabis menyudutkan Sukarno atas segala keadaan morat-marit Indonesia dan puluhan tahun sesudahnya menjungkal kuasa Soeharto sehingga bergulirnya refomasi, akibat aksi kaum muda pada masing-masing masa.

Sekarang, kaum muda tanah air dianggap banyak pakar sebagai penentu utama keberhasilan bonus demografi. Tak heran bila unsur muda di dalam setiap produk kebijakan selalu diserta embel-embel milenial meski harusnya generasi z. Seolah-olah seperti meragukan kaum muda bisa tumbuh lewat usaha sendiri.

Lagipula, halaman muka kebanyakan kisah sukses di era digital justru terpampang wajah belum berkerut menua. Mereka berhasil menyusun kisah kesuksesan lewat banting-tulang, berkolaborasi dengan pemuda lain agar bisa sampai puncak bersama-sama.

Kadang tampilan mereka memang terkesan urakan, cengangas-cengenges, namun hasilnya the best. Mereka muda, beda, dan berbahaiyah! (*)

#Oktober Pemuda Jagoan Negeri Aing
Bagikan
Bagikan