Jangan Sampai Ego Sektoral yang Menonjol Saat Presiden ingin Angka COVID-19 Ditekan

Zulfikar SyZulfikar Sy - Jumat, 08 Mei 2020
Jangan Sampai Ego Sektoral yang Menonjol Saat Presiden ingin Angka COVID-19 Ditekan
Presiden Joko Widodo (ANTARA/HO/Kris-Biro Pers Sekretariat Presiden)

MerahPutih.com - Pengamat politik Karyono Wibowo menilai kabinet Presiden Joko Widodo tak kompak dalam menghadapi virus corona. Hal itu ditandai sejumlah perbedaan kebijakan dan silang pendapat yang membuat blunder dan menambah kebingungan masyarakat.

Menurut Karyono, sejumlah kebijakan terlihat paradoks dengan keinginan Presiden Jokowi yang menghendaki penanganan pandemi COVID-19 ini dilakukan dengan cepat dan tepat. Kesan yang muncul justru ego sektoral, kebijakan yang dinilai bertolak belakang dan menimbulkan polemik.

Baca Juga:

Gerindra: Kalau Ingin Jegal Anies, Jangan Pakai Cara Tak Elegan

Karyono menganggap, silang pendapat memang sudah nampak sejak awal pandemi COVID-19 masuk ke Indonesia. Desakan pemerintah daerah dan masyarakat menggema sangat kuat agar pemerintah pusat segera menetapkan kebijakan lockdown. Bahkan sejumlah pemerintah daerah seperti Kota Tegal membuat keputusan sepihak dengan menetapkan lockdown.

"Sementara pemerintah pusat masih menimbang kebijakan yang tepat sebelum akhirnya memutuskan pembatasan sosial berskala besar (PSBB)," tutur Karyono kepada wartawan, Jumat (8/5).

Menurut Karyono, sejumlah kebijakan terlihat paradoks dengan keinginan Presiden Jokowi yang menghendaki penanganan pandemi COVID-19 ini dilakukan dengan cepat dan tepat.

Karyono mengatakan, perselisihan kebijakan di lingkungan pemerintah belum berhenti sampai di situ.

Silang pendapat kembali terjadi saat Plt Menteri Perhubungan (Menhub) Luhut Binsar Pandjaitan mengeluarkan kebijakan transportasi online tetap diperbolehkan mengangkut penumpang.

Kebijakan ini dinilai bertolak belakang dengan aturan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto.

Situasi tambah runyam, kata Karyono, saat Belva Devara dan Andi Taufan dua staf khusus milenial membuat langkah blunder. Langkah dua staf khusus presiden tersebut membuat publik marah.

Akhirnya Belva Devara mundur dari stafsus presiden karena keterlibatan perusahaan platform Ruangguru yang dikelolanya dalam program Kartu Prakerja dengan anggaran Rp5,6 triliun dipersoalkan.

Ilustrasi: Petugas Satlantas Polresta Banyumas di Posko Terpadu Operasi Ketupat Candi 2020, Alun-Alun Purwokerto, Kabupateb Banyumas, Jawa Tengah, Minggu (3/5/2020). Posko tersebut dilengkapi dengan "check point" dan disinfektan "spray" khusus kendaraan. (ANTARA/HO-Satlantas Polresta Banyumas)
Ilustrasi: Petugas Satlantas Polresta Banyumas di Posko Terpadu Operasi Ketupat Candi 2020, Alun-Alun Purwokerto, Kabupateb Banyumas, Jawa Tengah, Minggu (3/5/2020). Posko tersebut dilengkapi dengan "check point" dan disinfektan "spray" khusus kendaraan. (ANTARA/HO-Satlantas Polresta Banyumas)

Mundurnya Belva disusul Andi Taufan koleganya sesama Stafsus Presiden Jokowi. Pasalnya, CEO Amartha ini mengirim surat atas nama staf khusus kepada seluruh camat di Indonesia agar bekerja sama dengan perusahaan Amartha.

Selain itu, kebijalan baru yang menimbulkan kontroversi adalah kebijakam Kemenhub yang membuka peluang mengizinkan semua moda transportasi beroperasi kembali di tengah pandemi COVID-19.

Karyono menganggap, kebijakan ini dinilai tidak konsisten. Betapa tidak, di satu sisi pemerintah melarang mudik dan menganjurkan masyarakat untuk tinggal di rumah selama musim pandemi, tapi di sisi lain ada kebijakan baru yang membuka seluruh moda transportasi beroperasi lagi.

Di samping itu, Karyono menilai, kebijakan ini juga bertolak belakang dengan 5 kepala daerah yang mengajukan permohonan penghentian kereta api karena wilayahnya menjadi zona merah.

Baca Juga:

Jokowi Harusnya Berterima Kasih ke Anies, Gerindra: Jangan Ada Kompetisi Tidak Sehat

Dengan kebijakan baru di bidang transportasi ini bisa memupus harapan lima kepala daerah.

"Tak pelak, kebijakan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang baru saja dinyatakan sembuh dari COVID-19 ini justru menimbulkan kepanikan baru di tengah masyarakat," ucap Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) ini.

Oleh karenanya, kata Karyono, untuk mengakhiri pandemi ini secepat-cepatnya sesuai dengan keinginan Presiden, maka diperlukan kebijakan yang konsisten dan kepemimpinan satu komando.

Selain itu, perlu memperbaiki pola koordinasi dan sistem komunikasi yang sinergis.

"Hal yang tak kalah penting adalah menyingkirkan ego sektoral yang menjadikan bencana corona sebagai komoditas politik maupun komoditas bisnis dan ekonomi yang memanfaatkan situasi," tutupnya. (Knu)

Baca Juga:

Pemprov DKI Masih Tunggu Arahan Menhub Pengoperasian Transportasi Umum

#Presiden Jokowi #Virus Corona #COVID-19
Bagikan
Ditulis Oleh

Zulfikar Sy

Tukang sihir
Bagikan