MerahPutih.com - Pemerintah diminta agar penetapan upah minumum pekerja (UMP) 2023 berpihak kepada kesejahteraan pekerja. Penetapan UMP 2023 jangan hanya berpatokan pada formula PP No 36/2021 tanpa mempertimbangkan faktor kesejahteraan pekerja.
"Situasi makin sulit, inflasi meningkat, pekerja bisa makin terjepit," kata anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher dalam keterangannya, Jumat (18/11).
Baca Juga:
Kenaikan harga BBM, kata Netty, telah memicu kenaikan harga bahan dan barang di hampir semua sektor. Sementara UMP 3 tahun belakangan kenaikannya sangat kecil dibandingkan kenaikan biaya hidup.
Menurut Netty, UMP 2022 yang berdasarkan PP No 36/2021, hanya naik 1,09 persen. Berdasarkan pengalaman tahun lalu, jika UMP 2023 hanya mengacu PP No 36/2021, maka kenaikannya tidak jauh dari angka tersebut.
"Ini akan menyulitkan para pekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup," imbuhnya.
Selain itu, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS ) ini berharap pemerintah dapat memfasilitasi terciptanya ruang dialog antara pengusaha dan pekerja.
Baca Juga:
Presiden KSPI Minta Pj DKI 1 Banding UMP DKI 2022 ke Mahkamah Agung
"Forum ini menjadi kunci agar masing-masing pihak memiliki kesepahaman dan melihat persoalan secara holistik, baik dari sisi pengusaha maupun dari sisi pekerja," ujarnya.
Dalam pandangan Netty, proses pemulihan ekonomi nasional membutuhkan kontribusi dan kerja sama, bahkan pengorbanan dari semua elemen.
"Industri harus tetap bergerak, namun pekerja pun harus mendapatkan haknya secara wajar," imbuhnya.
Saat ini, lanjut Netty, yang perlu diperhatikan adalah kesejahteraan pekerja hal itu penting untuk tetap menjaga kemampuan daya beli masyarakat.
"Kalau daya beli masyarakat menguat, maka sektor industri juga diuntungkan. Dan akhirnya ekonomi pulih lebih cepat dan kita dapat bangkit bersama dengan lebih kuat," pungkasnya. (Pon)
Baca Juga:
PDIP Minta Pemprov DKI Jalankan Putusan PTTUN Terkait UMP 2022