Pemerintah dan DPR Didesak Masukkan Revisi UU ITE ke Prolegnas Prioritas 2021

Zulfikar SyZulfikar Sy - Jumat, 19 Februari 2021
Pemerintah dan DPR Didesak Masukkan Revisi UU ITE ke Prolegnas Prioritas 2021
Tangkap layar tweet Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md. soal UU ITE. ANTARA/ilustrator/Kliwon

MerahPutih.com - Pemerintah dan DPR dinilai tidak memahami kebutuhan masyarakat terkait regulasi atau aturan hukum.

Hal itu terlihat dari munculnya wacana revisi Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Wacana tersebut muncul setelah Badan Legislasi DPR dan pemerintah menyepakati daftar RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.

Baca Juga:

Polda dan Polres Harus Seragam Saat Terima Perkara UU ITE

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menuturkan, UU ITE menjadi salah satu UU yang akan direvisi pada periode 2020-2024 dengan masuk daftar prolegnas.

Namun, UU ITE tidak diusulkan masuk Prolegnas Prioritas 2021. Artinya, UU ITE tidak termasuk dalam daftar regulasi yang mendesak untuk segera direvisi.

"(Upaya) menyisir RUU-RUU mana saja yang dianggap mendesak untuk dilakukan revisi pada tahun 2021 itu tidak dilakukan," kata dia dalam acara diskusi daring, Jumat (19/2).

Lucius melihat, masih ada peluang bagi pemerintah dan DPR untuk memasukkan revisi UU ITE ke Prolegnas Prioritas 2021.

Sebab sampai saat ini, DPR belum mengesahkan daftar Prolegnas Prioritas 2021 melalui rapat paripurna.

Ia mengatakan, revisi UU ITE dapat terwujud jika presiden benar-benar serius dan bukan sekadar retorika.

"Sampaikan kepada DPR untuk segera membicarakan revisi UU ITE ini di Badan Legislasi sehingga bisa diikutsertakan ke daftar Prioritas 2021 untuk segera disahkan oleh DPR," kata Lucius.

Gedung DPR (Foto: bnpt.go.id)
Gedung DPR (Foto: bnpt.go.id)


Wacana revisi UU ITE pertama kali dilontarkan oleh Presiden Jokowi. Ia mengaku bakal meminta DPR memperbaiki UU tersebut jika implementasimya tak berikan rasa keadilan.

Menurut Jokowi, hulu persoalan dari UU ini adalah pasal-pasal karet atau yang berpotensi diterjemahkan secara multitafsir.

Oleh karenanya, jika revisi UU ITE dilakukan, ia akan meminta DPR menghapus pasal-pasal tersebut.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, polisi ada di posisi serba salah ketika menerima laporan dalam perkara UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Sebab, sering muncul anggapan bahwa polisi berpihak kepada pelapor yang laporannya diterima.

"Serba salah. Di satu sisi penerapan UU ITE ini dampak polarisasi yang masih terus kelihatan. Kita bisa lihat pengelompokan ini sumber masalah yang harus kita selesaikan," kata Sigit saat memberikan sambutan Dies Natalis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ke-74 di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta, Kamis malam (18/2).

Baca Juga:

Anggota DPR Ini Minta Filosofi Dibuatnya UU ITE Dikembalikan ke Awal

Karena itu, dia berjanji segera menyelesaikan persoalan itu, salah satunya dengan menginstruksikan jajarannya membuat panduan dalam menerima laporan yang menggunakan UU ITE.

Dengan begitu, tiap penyidik memiliki pedoman umum yang sama dalam penerapan UU ITE .

"Hoaks dan kritik itu beda tipis. Ini potensi kondisi bangsa terpecah," ujar dia.

Salah satu aturan yang akan ditentukan dalam panduan yakni laporan dengan pasal UU ITE yang bersifat delik aduan harus dilaporkan langsung oleh korban. Artinya, korban tidak boleh diwakilkan.

"Pengaduannya korban langsung. Kalau yang lapor bisa diwakili ramai. Panas terus," kata Sigit. (Knu)

Baca Juga:

Jika UU ITE Direvisi, Pakar Hukum Minta 2 Pasal Ini Dicabut

#UU ITE #Prolegnas #DPR RI #Lucius Karus
Bagikan
Bagikan