MerahPutih.com - Pro dan kontra terhadap Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua terus bergulir di masyarakat.
Salah satunya adalah persoalan keamanan dan kepastian nasib masyarakat Papua pasca-terbitnya UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua.
Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, pemekaran wilayah di Papua adalah sesuatu yang penting dan perlu didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Baca Juga:
Temui Jokowi, Majelis Rakyat Papua dan Papua Barat Bahas Daerah Otonomi Baru
Ia mencontohkan, Papua adalah pulau terbesar nomor dua di Indonesia.
"Penting dilakukan pemekaran dan memang diakui terjadi pro-kontra," kata Karyono Wibowo dalam keterangan persnya, Selasa (24/5).
Ada dua faktor penting yang disoroti Karyono mengapa Papua penting dilakukan pemekaran wilayah.
Salah satunya dari segi kultural. Papua memiliki multi bahasa dan budaya sehingga perlu dilakukan pembagian wilayah yang lebih banyak.
"Dari aspek kultural dan budaya, Papua sangat heterogen, berapa suku dan bahasa di sana, secara geografis sangat beragam, maka tepat jika Papua dimekarkan," ujarnya.
Kemudian dari aspek pembangunan, sejauh ini menurut Karyono masih banyak yang belum tersentuh, karena banyaknya wilayah di Papua yang terisolasi dari perhatian pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pusat.
Ia menilai, seharusnya masyarakat Papua bisa sejahtera ketika dana otonomi khusus yang digelontorkan pemerintah selama ini disalurkan dengan baik sesuai keperuntukan.
Selama ini, dana otsus terus meningkat signifikan setiap tahun. Namun, dianggap tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya.
"Ini kan ada something, artinya kue ini hanya dinikmati oleh mereka yang berkuasa," kata Karyono.
Menurut Karyono, pemekaran wilayah Papua menjadi solusi konkret bagaimana negara bisa menghadirkan kesejahteraan kepada masyarakat di Indonesia timur itu.
Namun ia tak memungkiri, banyak kalangan yang menolak pemekaran wilayah itu.
Untuk memastikan bahwa seberapa persen masyarakat Papua pro terhadap pemekaran wilayah yang menjadi usulan banyak kalangan adalah dengan melakukan kajian yang lebih komprehensif.
Karyono menyarankan agar ada dialog yang lebih mendalam dan holistik kepada masyarakat asli Papua. Tujuannya adalah untuk memastikan kebijakan apa yang tepat diambil pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan di Papua.
“Saya usulkan supaya ada riset apakah itu riset kuantitatif, kualitatif, FGD, index review untuk menjadi referensi pengambil keputusan," tuturnya.
Baca Juga:
Wakil PM Papua Nugini Meninggal Dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas
Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta menilai bahwa persoalan kerawanan ancaman keamanan di Papua akan terus terjadi ketika pemerintah tidak hadir untuk mengawal kepentingan masyarakat asli.
“Gangguan keamanan akan terjadi ketika kerawanannya tinggi,” kata Stanislaus Riyanta.
Solusi untuk mengurai dan mengantisipasi tingkat kerawanan ini adalah dengan kehadiran pemerintah di Papua, di mana negara memastikan rakyat bisa mencapai kesejahteraan mereka.
Dampaknya, kata Stanis, adalah kelompok separatis seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang hanya segelintir saja tersebut akan terganggu, karena upaya mereka untuk mempengaruhi masyarakat agar pro terhadap gerakan separatisme bisa terhambat.
Namun dampak positifnya, masyarakat asli Papua merasa lebih percaya kepada pemerintah dan semakin memeluk NKRI.
Ketika ada peran pemerintah yang masuk, maka wilayah akan diperhatikan dan kesejahteraan serta kualitas hidup masyarakat akan diupayakan.
"Sehingga kelompok separatis ini akan merasa terganggu (kepentingannya),” tuturnya.
Langkah yang bisa diambil oleh pemerintah menurut Stanis adalah dengan peningkatan intensitas dialog dengan masyarakat asli Papua.
Sekaligus dipastikan bahwa yang diajak dialog adalah mereka yang merepresentasikan masyarakat asli, bukan hanya sekadar elite atau malah mereka yang sama sekali tidak paham Papua.
“Harus dipastikan siapa yang diajak ngomong dan mereka adalah yang benar-benar mengerti Papua, sehingga pemetaan penting,” jelas dia.
Lulusan Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia itu pun mengajak agar masyarakat Papua khususnya kaum muda dan intelektualnya bisa lebih kritis terhadap kondisi daerah mereka.
Khususnya soal transparansi dan penggunaan anggaran dana otonomi khusus yang digelontorkan oleh pemerintah pusat melalui dana APBN.
“Harus pastikan benar-benar sampai gak dananya sehingga anggarannya sampai dan terserap untuk kepentingan masyarakat,” pungkasnya.
Sekadar informasi, DPR resmi menetapkan tiga RUU terkait pemekaran wilayah di Papua (DOB) menjadi RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna DPR pada 12 April 2022.
Tiga RUU tersebut adalah RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan Tengah.
Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui tiga RUU untuk ditetapkan sebagai usul insiatif DPR.
Baleg mengusulkan supaya penamaan provinsi-provinsi baru itu disesuaikan dengan wilayah adat Papua.
Yakni Ha Anim untuk Provinsi Papua Selatan, Meepago untuk Provinsi Papua Tengah, dan Lapago untuk Provinsi Papua Pegunungan Tengah. (Knu)
Baca Juga:
Senator Kritik Langkah Kepolisian Bubarkan Demo Tolak Pemekaran di Papua